SOLOPOS.COM - Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim memberikan sambutan pada pembukaan IOI 2022, di Yogyakarta, Selasa (9/8/2022). (Istimewa)

Solopos.com, SOLO—Ternyata terdapat sejumlah mahasiswa yang berhasil lulus tanpa mengerjakan skripsi. Tugas akhir yang kadang bikin pusing mahasiswa itu diganti dengan yang lain seperti review buku, film, sampai pameran karya.

Hal itu bahkan sebelum ada kebijakan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim salah satunya terkait tugas akhir perkuliahan tidak melulu harus berupa skripsi. 

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Solopos.com berkesempatan mendengar cerita mereka yang berhasil menjadi sarjana tanpa skripsi.  Mahasiswa angkatan 2019, Prodi Seni Rupa Murni ISI Solo, Dheisma Ramadhanni, berhasil lulus tanpa mengerjakan skripsi pada tahun ini. Sebagai gantinya dia mengerjakan tugas akhir berupa karya lukis.

“Saya dalam Tugas Akhir kekaryaan kemarin, mengerjakan karya lukis yang berjumlah delapan karya dan tulisan berupa laporan tugas akhir,” kata dia kepada Solopos.com, Kamis (31/8/2023).

Dia mengatakan spesifikasi ukuran kanvas minimal harus berukuran 100 cm x 100 cm. Selain itu harus ada tema yang diangkat dalam karya lukis. Dheisma sendiri mengambil tema Pengalaman Memiliki Tubuh Gemuk sebagai Ide Penciptaan Karya Seni Lukis.

“Saya terinspirasi dari pengalaman pribadi dan pengalaman adik saya sendiri yang kebetulan mempunyai permasalahan tentang tubuh gemuk,” kata dia.

Selain mengerjakan lukisan, dia menjelaskan harus dibarengi dengan mengerjakan tulisan. Isinya berupa penjelasan latar belakang, metode penciptaan karya, tinjauan karya,  proses penciptaan karya, dan penjelasan masing-masing karya.

Kemudian, dia menyebut setiap pekan proses karya dan tulisan wajib dikonsultasikan pada dosen pembimbing. 

Namun, sebelum konsultasi, setidaknya sudah ada empat karya dan tulisan yang sudah selesai. Setelah itu jika sudah disetujui pembimbing, dia mengatakan baru bisa maju untuk ujian kelayakan.

“Atau biasanya disebut seminar proposal. Kalau prosesnya sama seperti saat pendadaran, namun hanya difokuskan pada latar belakang penciptaan karya.  Nah, jika penguji dan pembimbing menyatakan lolos kelayakan maka bisa melanjutkan pada pendadaran,” kata dia.

Setelah itu, dia menjelaskan pada saat pendadaran hampir sama seperti proses pendadaran skripsi. Dia harus menjelaskan atau mempresentasikan hasil karya lukis yang sudah dibuat di depan penguji dan pembimbing. 

“Penilaian berdasarkan presentasi, proses pembuatan karya, dan kesesuaian tulisan dengan tema yang diangkat. Bedanya dengan skripsi, kekaryaan wajib menyelenggarakan pameran tunggal setelah pendadaran,” kata dia.

Dia sendiri memilih lulus tanpa mengerjakan skripsi lantaran ingin mengulik lebih dalam tentang cara membuat karya lukis yang baik dan benar. “Selain itu saya  ingin pesan yang saya buat melalui karya lukis tulisan dapat tersampaikan dengan baik, di lihat masyarakat luas,” kata dia.

Lulusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang angkatan 2010, Ginanjar Saputra menceritakan kisah serupa. Dirinya yang lulus 2015 itu mengambil jalur nonskripsi. Dia mengatakan saat itu, dirinya diberikan opsi untuk mengerjakan skripsi atau proyek.

“Mahasiswa dibebaskan mengambil jalur mana, cuma nonskripsi diwajibkan mengambil tiga mata kuliah tambahan dengan total enam SKS,” kata dia.

Ginanjar menyebut tiga mata kuliah itu berkaitan dengan pendidikan keguruan, jurnalistik, dan wirausaha.

Namun, sebagai gantinya dia harus membuat final projek. Terdapat beberapa pilihan seperti review buku dan indepth report. Dia memilih mengerjakan review buku. Hal mendasar yang membedakan projek ini dengan skripsi adalah jumlah halaman.

“Punya saya total kurang dari 30 lembar. Yang membedakan lagi kita tidak pakai metodologi, meski tetap pakai teori,” kata dia. Pekerja swasta asal Klaten ini menyebut kebijakan prodi tersebut bisa mempermudah mahasiswa agar lebih cepat lulus.

“Saya ambil jalur nonskripsi saya suka buku, makanya pilih untuk review buku. Alasan kedua, tentu final project ini lebih cepat dibandingkan dengan skripsi,” kata dia.

Hal serupa juga disampaikan oleh lulusan Sastra Inggris FIB Undip Semarang angkatan 2016, Dania Rachma. Perempuan asal Sukoharjo itu menyebut juga mengerjakan proyek. Dirinya menyebut dalam proyek itu mahasiswa diberi kebebasan menulis tentang pertunjukan, film, lagu dan lainnya.

Dirinya memilih mereview film berjudul Green Book (2008). Total projek yang dia kerjakan hanya berjumlah 29 halaman.  “Tetap menggunakan teori. Tapi mungkin perbedaannya dengan skripsi di jumlah halamannya lebih dikit,” lanjut dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya