SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman)

Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman)

JAKARTA- Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan atau Organda menilai perlu dana sedikitnya Rp9 triliun untuk mengatasi masalah angkutan umum sehingga dapat meminimalkan kecelakaan pada musim mudik Lebaran dan kemacetan setiap harinya. Untuk itu pemerintah perlu segera mencairkan dana Rp4,7 triliun yang sebelumnya dialokasikan untuk revitalisasi angkutan umum sebagai bentuk dari kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang batal naik.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Pemerintah bisa mengatasi kemacetan bahkan mengurangi angka kecelakaan selama musim mudik Lebaran, yakni dengan berpihak kepada angkutan umum,” kata Ketua Umum Organda Eka Sari Lorena, di Jakarta, Minggu (2/9/2012). Dia menjelaskan untuk berpihak kepada angkutan umum, setidaknya dibutuhkan dana Rp9 triliun untuk revitalisasi seluruh angkutan umum di Tanah Air. Dengan tersedianya angkutan umum yang layak dan nyaman, akan mengurangi angka kecelakaan dan kemacetan di jalan raya karena pengguna kendaraan pribadi akan beralih dengan menggunakan angkutan umum.

Menurut Eka, dana kompensasi BBM senilai Rp4,7 triliun yang sempat disetujui Dewan Perwakilan Rakyat untuk revitalisasi angkutan umum dan subsidi bunga pengadaan bus, setidaknya mampu meremajakan 50% armada angkutan umum di Jakarta. Total armada angkutan umum di Jakarta saat ini mencapai sekitar 500.000 unit, terdiri dari bus, mikrolet, Metro Mini, Kopaja, tidak termasuk taksi. “Sebaiknya dana Rp4,7 triliun itu tetap dicairkan meski harga BBM tidak naik karena kebutuhan akan peremajaan armada angkutan umum sudah mendesak. Selain itu, perlu adanya penyesuaian bunga pinjaman atas pembelian armada dari bank yakni menjadi 7% dari saat ini di atas 9%,” ucapnya.

Eka pun membandingkan perlakuan pemerintah yang dinilainya kurang memerhatikan angkutan umum darat. Kereta api ekonomi menerima subsidi yang relatif besar Rp770 miliar pada 2012, sedangkan angkutan jalan tidak mendapatkan subsidi. “Belum lagi bahwa kereta api modalnya dari pemerintah, apabila rugi akan disubsidi, sedangkan angkutan jalan, apabila rugi langsung mati. Hal ini harus dimengerti oleh pemerintah dan masyarakat. Bukannya pengusaha mau menang sendiri, kalau tak ada uangnya, harus bagaimana,” kata Eka.

Soal tarif, Eka menambahkan, sudah seperti buah simalakama. Apabila tidak ada kenaikan, biaya operasional tidak tertutup dan pelayanannya semakin buruk, sehingga jaminan keselamatanpun menurun. Tetapi kalau dinaikkan, daya saing dengan sepeda motor dan kendaraan pribadi akan menurun, yang pada akhirnya angkutan umum darat tetap ditinggal masyarakat.

Ketua Departemen Moda Angkutan Barang Organda Andre Silalahi mengatakan keuntungan para pengusaha angkutan umum darat hanya sekitar 7%-9% yakni selisih dari biaya-biaya dan pendapatan. Margin keuntungan ini dengan catatan seluruh komponen biaya tidak ada perubahan. “Kalau ada satu saja komponen biaya yang berubah, misalnya tarif listrik naik, akan memengaruhi langsung pada harga spare part, maka jangankan margin, pengusaha angkutan kebanyakan langsung merugi,” kata Andre.

Revitalisasi Angkutan Barang
Hal serupa juga terjadi pada pengusaha angkutan barang. Andre mengaku ada 64% dari total armada angkutan barang yang perlu direvitalisasi. Adapun total armada angkutan barang saat ini 6 juta unit, dan yang perlu direvitalisasi itu karena sudah berumur tua di atas 10 tahun hingga 50 tahun. “Para pengusaha angkutan barang banyak yang kesulitan untuk meremajakan armadanya, mengingat bunga untuk kredit pembelian masih tinggi, yakni di atas 9%, bandingkan dengan bunga mobil pribadi yang di bawah 7%. Sepertinya hanya dinegara ini yang bunga kredit pembelian kendaraan pribadi lebih kecil ketimbang bunga kredit bus,” tuturnya.

Andre menggambarkan selain karena bunga yang tinggi, kebijakan dari pemerintah daerah juga turut memperlambat proses peremajaan armada. “Misalnya kebijakan pelarangan dan pembatasan truk masuk tol dalam kota di Jakarta, sehingga mengurangi trip perjalanan truk per hari, yang tadinya bisa tiga kali bolak-balik per hari, sekarang menjadi satu kali saja, belum lagi karena adanya kemacetan, ini turut mengurangi trip,” tuturnya. Dengan berkurangnya trip perjalanan truk perharinya, imbuh Andre, tentunya akan mengurangi pendapatan pengusaha truk, dan ini berdampak pada berkurangnya kemampuan meremajakan armada. Tarif angkutan umum darat yang berlaku saat ini sejak 2009 yakni sesuai SK Menteri KM No.1/2009. Keterangan Tarif (Rp per km/penumpang) Tarif pokok Rp107,41 Batas atas Rp139 Batas bawah Rp86 Sumber: Organda, September 2012

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya