SOLOPOS.COM - Budayawan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun. (ANTARA/Willi Irawan)

Solopos.com, YOGYAKARTA — Tim medis RS Dr. Sardjito berjuang keras untuk bisa memulihkan kembali kesehatan budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) yang tak sadarkan diri akibat mengalami pendarahan otak, Kamis (6/7/2023).

Kabar sakitnya Cak Nun diunggah laman caknundotcom, salah satu subunit dalam lingkaran aktivitas Emha Ainun Nadjib yang dikelola oleh Progress sebagai sarana informasi dan komunikasi.

Promosi BRI Perkuat Kolaborasi Strategis dengan Microsoft Dorong Inklusi Keuangan

“Teman-teman semua yang kami hormati, hari ini Mbah Nun sedang istirahat di rumah sakit. Mohon doa dari teman-teman semua agar Mbah Nun segera bisa selesai dari istirahatnya,” tulis laman tersebut seperti dikutip Solopos.com, Jumat (7/7/2023).

Mantan sekretaris pribadinya, Nur Janis Langgabuana saat dihubungi di Yogyakarta, Kamis (6/7/2023), mengabarkan kondisi Cak Nun saat ini sudah sadar dan bisa diajak bicara.

“Sekarang sudah lebih baik dari kabar yang saya dapat pukul 17.00 WIB tadi. Kalau tadi membaik, sekarang lebih baik lagi,” katanya seperti dikutip dari Antara.

Berdasarkan dokumentasi Solopos.com, sebelum mengalami pendarahan kemarin Cak Nun pernah mengalami sakit parah dan juga dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Di kanal Youtube CakNun.com, Cak Nun mengaku pernah disantet yang menyebabkan organ tubuhnya dari leher hingga perut menghitam.

Menurut Cak Nun, peristiwa itu terjadi tahun 2002 silam. Dampak dari santet tersebut membuat tubuhnya menjadi kurus.

Tim dokter RSUP Dr. Sardjito yang meneliti menemukan feses Cak Nun berwarna hitam pekat, menyerupai aspal.

Untuk memastikan kondisinya, feses Cak Nun tersebut diperiksa di laboratorium. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kandungan uranium dan besi dalam feses tersebut.

“Saya BAB dan keluarnya seperti aspal. Dokter RS Sardjito menyimpulkan bahwa usia saya tinggal 3,5 bulan karena semua mekanisme pengolahan makanan sudah rusak. Organ-organ tersebut sudah hancur dan tidak ada lagi yang tersisa, telah berubah menjadi abu. Pada saat itu, sulit untuk hidup dalam jangka waktu tertentu,” ujar Cak Nun.

Karena tidak ada asupan makanan yang bisa diolah oleh tubuh, berat badannya menurun drastis hingga tinggal 48 kg.

Tim dokter yang memeriksanya memberi isyarat angkat tangan.

Cak Nun kemudian meminta waktu untuk meditasi. Pada suatu hari ia memasrahkan total hidupnya kepada Tuhan dalam doa sepanjang malam.

“Dan besoknya tiba-tiba organ tubuh itu bekerja lagi. Pokoke intine aku mung pasrah karo Gusti Allah, ngono wae,” kata Cak Nun, seperti dikutip Solopos.com, Jumat.

Sejak saat itu Cak Nun kembali sehat dan beraktivitas kembali berkeliling Indonesia bareng Kiai Kanjeng.

Ia mempunyai forum diskusi bersama ribuan jemaah di banyak tempat di Tanah Air yang ia namakan Maiyah.

Cak Nun melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metode perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, dan pengupayaan solusi masalah masyarakat.

Aktivitas yang ia mulai tahun 2001 itu berlangsung hingga saat ini.

Bahkan sebelum mengalami pendarahan otak pada Kamis (6/7/2023), Cak Nun masih sempat pentas bareng Grup Kiai Kanjeng di Kampung Mataraman, Yogyakarta, pada Minggu (2/7/2023) malam.

Kegiatan bersama Kiai Kanjeng itu berlangsung hingga dini hari sehingga diduga membuat Cak Nun kelelahan.

“Mungkin karena kelelahan, karena memang Cak Nun harus dijaga secara fisik, kan Cak Nun usianya 70 tahun. Kecapaian sehingga ada sedikit pendarahan di otak terus kemudian dibawa ke rumah sakit,” kata mantan sekretaris pribadinya, Nur Janis Langgabuana saat dihubungi di Yogyakarta, Kamis (6/7/2023).

Secara etimologis, Maiyah berasal dari bahasa Arab, yaitu ma’a yang berarti bersama.

Maiyah dimaknai sebuah kebersamaan.



“Nantinya, kebersamaan yang dibangun harus selalu berpijak pada kebersamaan Segitiga Cinta antara Allah, Rasulullah, dan setiap makhluk,” tulis laman caknun.com.

Maiyah yang diinisiasi oleh Cak Nun menjadi sebuah fenomena gerakan sosial budaya baru yang memberikan harapan kebangkitan Indonesia.

Maiyah menjadi semacam sekolah gratis terbuka atau universitas jalanan untuk berbagai lapisan masyarakat tanpa membedakan status sosial dan pendidikan.

Putra sulung Cak Nun, Sabrang Mowo Damar Panuluh juga terlibat aktif dalam Maiyah dan kerap menjadi pembicara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya