SOLOPOS.COM - Ilustrasi upah. (Solopos Dok)

Solopos.com, JAKARTA–Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menegaskan akan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan dalam menetapkan upah minimum kendati pengusaha dan buruh belum satu suara soal UMP 2023.

Setelah menyerap aspirasi, hasilnya antara pengusaha dan pekerja bertolak belakang soal dasar penetapan upah.

Promosi Bertabur Bintang, KapanLagi Buka Bareng BRI Festival 2024 Diserbu Pengunjung

Pengusaha setuju dalam penggunaan PP No. 36/2021, sementara pekerja menginginkan dasar dari dari PP No. 78/2015.

“Nggak [pakai PP No. 78/2015], kan sudah tidak berlaku gara gara ada cipta kerja, tetap pakai PP No. 36/2021,” ujar Staf Khusus Kemenaker Dita Indah Sari kepada awak media, Kamis (10/11/2022).

Baca Juga: Pangkas Gaji untuk Cegah PHK, Apindo Wonogiri Tak Bisa Intervensi Perusahaan

Pada dasarnya, perbedaan dari kedua peraturan tersebut adalah sebelumnya, atau pada PP No. 78/2015, penetapan upah minimum menggunakan formulasi inflasi di tambah dengan pertumbuhan ekonomi.

Sementara Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) No. 11/2022 tentang Cipta Kerja, dalam melakukan penentuan besaran upah minimum mengacu pada pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang terjadi.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan pihaknya telah melakukan serangkaian persiapan penetapan upah minimum 2023 yang dimulai dengan beberapa kegiatan sejak September-November 2022.

Salah satunya melalui serap aspirasi dari pengusaha dan pekerja/buruh dan nyatanya masih belum satu suara bahkan bertolak belakang.

Pengusaha pada dasarnya menginginkan penetapan menggunakan PP No. 36/2021 karena menganggap aturan tersebut lebih realistis, dengan kata lain memilih salah satu yang lebih besar sebagai dasar penetapan, yakni pertumbuhan ekonomi atau inflasi.

Baca Juga: Jelang Penetapan UMP 2023, Gubernur Jateng Pertemukan Pengusaha & Buruh

“Kemudian penetapan upah minimum 2023 tetap mengacu pada PP No. 36/2021. Kemudian PP No. 36/2021 harus dilaksanakan sebelum ada perubahan lain,” jelas Kemenaker dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR, Selasa (8/11/2022).

Di sisi lain, Kemenaker mendapat masukan dari pekerja/buruh yang bertolak belakang dengan pengusaha. Pekerja/buruh tegas menolak penetapan upah dengan dasar PP No. 36/2021.

“Kami juga mendapatkan masukan dari pekerja buruh, bertolak belakang tentu saja dengan yang disampaikan oleh teman-teman Apindo dan Kadin, mereka menyampaikan bahwa PP No. 36/2021 tidak bisa jadi dasar penetapan upah minimum,” ujar Ida.

Baca Juga: Gubernur Ganjar: Penetapan UMK 2023 di Jateng Setelah 21 November

Bila mengacu pada aturan lama, pekerja/buruh meminta besaran upah minimum 2023 harus lebih besar 13% dari sebelumnya.

Pasalnya menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, prediksi inflasi akan mencapai 6,5% setelah kenaikan BBM dan pertumbuhan ekonomi 4,9%, sehingga total menjadi 11,5% yang dibulatkan menjadi 13%.

“KSPI mengusulkan kenaikan UMP/UMK sebesar 13%berasal dari inflasi plus pertumbuhan ekonomi ditambah penyesuaian daya beli buruh yang turun 30% akibat 3 tahun berturut turut tidak naik. Dari awal, kami menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja,” kata Said Iqbal, Selasa (8/11/2022).

Berita telah tayang di Bisnis.com berjudul UMP 2023: Pengusaha dan Buruh Tak Satu Suara, Ini Sikap Kemenaker

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya