SOLOPOS.COM - Komjen Pol Budi Gunawan (JIBI/Solopos/Antara/Reno Esnir)

Budi Gunawan, tersangka kasus dugaan gratifikasi dan rekening mencurigakan, terus melawan dengan melaporkan 2 pimpinan KPK ke Kejakgung.

Solopos.com, JAKARTA — Calon tunggal Kapolri, Komjen Pol. Budi Gunawan melalui kuasa hukumnya telah resmi melaporkan pimpinan KPK ke Kejaksaan Agung. Budi melaporkan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dengan tudingan menyalahgunakan kewenangan sebagai pimpinan KPK dengan menetapkan dirinya sebagai tersangka.

Promosi Harga Saham Masih Undervalued, BRI Lakukan Buyback

Kepala Lembaga Pendidikan Polri tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga gratifikasi sewaktu menjadi penyelenggara negara. Selain itu, Budi juga diduga kuat memiliki sejumlah rekening mencurigakan saat menjabat sebagai Karo Binkar SSDM Mabes Polri 2004-2006.

Kuasa Hukum Komjen Pol Budi Gunawan, Razman Arif Nasution, berpendapat penetapan tersangka terhadap Komjen Pol. Budi Gunawan oleh KPK terkesan dipaksakan. Razman juga menuding perkara itu dibiarkan KPK berlarut-larut.

Menurut Arif, kasus yang tengah menjerat Budi Gunawan sebagai tersangka itu seharusnya sudah ditangani KPK sejak lama, yaitu saat Budi Gunawan masih berpangkat Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol). Namun, KPK baru melakukan penyelidikan kasus tersebut pada pertengahan 2014.

“Kita menganggap bahwa pimpinan KPK telah melakukan pembiaran. ?Kalau [kasus] itu 2003 sampai 2006, kemudian 2010 disebut ada rekening gendut, kemudian Juni 2014 KPK sudah mulai melakukan proses pemeriksaan, kenapa rentang waktu yang panjang dibiarkan sedemikian rupa,” tutur Arif saat dikonfirmasi di Kejaksaan Agung Jakarta, Rabu (21/1/2015).

Menurut Arif, pimpinan KPK yang telah menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dapat diancam dengan Pasal 421 KUHAP dan Pasal 23 UU No. 23/1999 serta UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal tersebut menjelaskan seorang pejabat yang menyalagunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

“Prosedur yang jelas menurut KUHAP, seseorang apabila melanggar hukum, diperiksa alat bukti, pemeriksaan saksi-saksi ketiga penetapan status. Itu protap. Tetapi oleh KPK proses itu, terbalik,” kata Arif.

Selain itu, KPK juga dinilai selalu menetapkan tersangka bertepatan dengan momentumnya. Seperti dalam kasus Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka pada saat melakukan fit and profer test calon kapolri di Komisi III DPR RI dan KPK sempat menetapkan tersangka Suryadharma Ali (SDA) pada saat Pilpres 2014.

“KPK cenderung menyampaikan penetapan tersangka, selalu digunakan dalam situasi-situasi yang genting. Dalam artian itu, lebih pada proses pencitraan pada situasi genting,” ujar Arif.

Arif yang didampingi oleh Eggy Sudjana juga meyakini penetapan tersangka Budi Gunawan cacat demi hukum. Pasalnya, pada saat menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka hanya dilakukan oleh 4 orang komisioner KPK, bukan 5 komisioner.

“Dalam konstruksi undang-undang itu jelas, menurut yang kita ketahui, kurang 1 komisioner saja, maka itu cacat demi hukum dan batal. Karena itu, penetapan status tersangka Komjen Budi Gunawan harus dibatalkan karena cacat hukum,” tukasnya.

Terpisah, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Suyadi, menegaskan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti laporan yang telah disampaikan Komjen Pol Budi Gunawan melalui kuasa hukumnya.

“Sudah kami terima laporannya dan akan kami tindaklanjuti, kami telaah karena ini memang tupoksi JAMpidsus,” tutur Suyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya