SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Bank Indonesia (BI) mengklaim penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih cukup rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Bank sentral mencatat nilai tukar rupiah sejak akhir Desember 2009 sampai pekan kedua September 2010 hanya menguat 4,8%.

“Jadi sebenarnya tidak seperti apa yang dikatakan oleh Menteri Perindustrian dimana rupiah sudah kehilangan competitivness (daya saing) dimana rupiah terlalu menguat. Padahal secara year to date sampai sekarang itu rupiah baru menguat 4,8%,” ujar Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution dalam diskusi dengan sejumlah media di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (17/9).

Promosi Video Uang Hilang Rp400 Juta, BRI: Uang Diambil Sendiri oleh Nasabah pada 2018

Ia menjelaskan, rata-rata nilai tukar rupiah sejak akhir 2009 sampai dengan pekan kedua September 2010 tercatat sebesar Rp 9.130/US$. Seperti halnya dinegara-negara tetangga, Darmin mengatakan beberapa mata uangnya justru terapresiasi lebih tinggi dari Indonesia.

“Thailand Baht terapresiasi 7% dan kemudian Malaysia Ringgit terapresiasi 8%, nah kenapa bisa terapresiasi berbeda karena memang kita tidak menahan jangan. Tetapi menjaga fluktuasinya agar tidak besar,” paparnya.

Lebih lanjut Darmin mengatakan, pergerakan nilai tukar rupiah sampai akhir tahun diperkirakan akan berada di posisi Rp 9.100/US$. “Bahkan jika capital inflow datang terus maka bisa jadi nilai tukar rupiah tidak bergeming dari Rp 9.000/US$ itu secara hitungan fundamental,” ungkapnya.

Karena, sambung Darmin, jika melihat capital inflow belakangan terus deras mengalir ke negara berkembang khususnya ke Indonesia. “Tercatat masuk terus, kemarin itu hampir US$ 1 miliar dalam sehari,” tegasnya.

Pelemahan Yen berdampak baik ke Indonesia

Intervensi besar-besaran yang dilakukan bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BOJ) terhadap mata uang Yen ternyata memberikan dampak positif bagi Indonesia.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi A Sarwono mengungkapkan kebijakan yang ditempuh BOJ akan berpengaruh pada posisi utang negara RI dalam bentuk Yen.

“Yen ini berdampak positif ke kita. Kalau Yen terlalu kuat itu costly untuk APBN dalam nilai utang, ” ujarnya.

Seperti diketahui, utang pemerintah dalam denominasi Yen JPY 2.670,3 miliar atau 17% dari total utang. Nilai tersebut setara dengan US$ 30,9 miliar, dengan kurs tengah JPY 86,49 per US$.

Belakangan, dollar AS sempat melambung tinggi terhadap Yen setelah BOJ mengambil langkah untuk menghentikan apresiasi yen untuk pertama kalinya dalam enam tahun.

Hartadi menilai, langkah yang dilakukan bank sentral Jepang tersebut dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang cenderung mandek. “Kemudian di Jepang terjadi deflasi yang menyebabkan harga-harga turun oleh sebab itu akhirnya dia dorong saja Yen agar terdepresiasi,” tukasnya.

dtc/tiw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya