SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Indonesia Police Watch (IPW) menilai sepak terjang Polri sepanjang 2009 memiliki rapor buruk. Polri harus menyampaikan pertanggungjawaban ke publik terkait beberapa kasus yang memojokkan institusinya ini.

“Belum ada era di mana polisi dicaci maki, dicerca masyarakat seperti terjadi pada 2009 kemarin. Atas kondisi ini saya katakan BHD (Bambang Hendarso Danuri) sebagai Kapolri terburuk sepanjang sejarah,” kata Ketua IPW Neta S Pane dalam rilisnya yang disampaikan kepada detikcom di Jakarta, Kamis (7/1).

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Menurut Neta, kegagalan BHD memimpin institusi Polri bisa diindikasikan dari sejumlah ketidaktepatan pernyataannya dalam beberapa kasus aktual. Misalnya, tudingan tentang keterkaitan tokoh Nurcholish Madjid dalam kasus korupsi kehutanan yang kemudian diklarifikasi sendiri oleh Kapolri.

Kasus lainnya, terkait data yang sempat sampaikan BHD bahwa Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit S Riyanto menerima suap. Pada akhirnya juga tidak dibuktikan.

“Atau serangkaian kasus di daerah ada polisi yang memaku tangan tersangka tapi sama sekali tidak dipecat,” paparnya.

Dalam rilis tersebut, IPW juga menyampaikan sikap anggota Komisi III Nasir Djamil yang mengakui, sampai saat ini profesionalitas Polri memang masih jauh dari membanggakan. Bahkan, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melihat penegakan hukum di Indonesia sebenarnya masih dalam kondisi bahaya.

Alasannya, banyak polisi dan jaksa yang dalam menunaikan tugasnya masih lebih banyak menjadi alat pemuas bagi kekuasaan.

“Sering kali mereka masih jadi alat pemuas bagi orang yang susah melihat orang senang, dan orang yang senang melihat orang susah,” ungkapnya.

Faktor mendasar yang mempengaruhi kualitas profesionalitas Polri, menurut Nasir, di antaranya dipengaruhi oleh konstruksi UU No 2/2002 tentang Polri, di mana Kapolri masih sepenuhnya bertanggungjawab kepada Presiden. Padahal pada saat akan dikukuhkan, Kapolri terlebih dulu masih harus mengikuti fet and propertest di hadapan DPR.

Nasir berpendapat, seharusnya mulai dipikirkan bagaimana Polri juga menyampaikan pertanggungjawaban kepada publik.

“Implikasinya tidak ada polisi di daerah yang memiliki tanggungjawab kepada pemerintah daerah. Meskipun kinerja mereka banyak dibantu APBD. Ini juga yang menyebabkan polisi sering semena-mena,” urainya.

dtc/isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya