News
Sabtu, 9 Maret 2024 - 19:00 WIB

Besok, Kemenag Gelar Sidang Isbat Penentuan Awal Puasa 1 Ramadan

Newswire  /  Chelin Indra Sushmita  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. (Antara)

Solopos.com, SOLO — Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan sidang isbat yang dilakukan tiap tahun dalam menentukan kalender Islam (Hijriah) menjadi forum bersama antara Ormas Islam, ulama, ahli falak, hingga pakar astronomi dalam pengambilan keputusan.

“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan Lebaran,” ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Adib, di Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Advertisement

Adib menjelaskan Kemenag rutin menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Hal ini sudah berlangsung sejak dekade 1950-an, sebagian sumber menyebut tahun 1962.

Dalam perkembangan selanjutnya, MUI menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijah.

Fatwa itu salah satunya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyat dan hisab oleh Pemerintah RI, dalam hal ini Menteri Agama, dan berlaku secara nasional.

Advertisement

Menurutnya, sidang isbat penting dilakukan, karena Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler. Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.

Sidang isbat penting dilakukan, karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriah.

“Tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan,” katanya sebagaimana dilansir Antara.

Advertisement

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai Ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Hijriah.

Sidang ini dihadiri juga Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan lainnya.

“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi, bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” kata Adib.

Adib menegaskan bahwa peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah fasilitator ormas Islam dan para pihak untuk bermusyawarah. Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.

Beda Awal Puasa

Berkaitan dengan kemungkinan perbedaan awal puasa Ramadan 2024, Kemenag mengimbau umat Islam untuk mengedepankan dialog serta saling menghormati.

“Kita hormati pilihan dan keyakinan umat Islam dalam mengawali puasa Ramadhan 1445 H/2024 M. Sikap saling menghormati perlu dikedepankan dalam menyikapi perbedaan-perbedaan,” ujar Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie.

Puasa Ramadan 1445 H/2024 M di Indonesia berpotensi tidak diawali secara bersama-sama. Mayoritas umat Islam akan mengawali puasa Ramadhan 1445 H pada 11 atau 12 Maret 2024.

Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah sudah mengumumkan awal puasa Ramadan pada 11 Maret 2024, sedangkan pemerintah baru akan menggelar sidang isbat awal Ramadan 1445 H pada Minggu (10/3/2024).

“Sidang akan memutuskan apakah puasa Ramadan tahun ini akan dimulai pada 11 atau 12 Maret,” kata dia.

Namun demikian, ada kelompok jemaah yang sudah mulai puasa pada 7 Maret 2024. Ada juga yang akan mulai berpuasa pada 10 Maret 2024 mendatang.

Dalam semangat saling menghormati itu, kata Anna, ruang dialog tetap harus dibuka sebab ilmu pengetahuan sudah semakin maju dan berkembang, termasuk terkait dengan astronomi.

Penentuan awal bulan Hijriah bisa didekati secara empiris melalui hisab dan atau rukyatul hilal, tidak semata berdasar keyakinan spiritual, sehingga argumentasi tentang hal itu juga ilmiah.

“Kemenag terus membuka ruang dialog dan diskusi terkait penentuan awal Ramadan. Dari situ diharapkan akan terjadi proses tukar informasi dan pemahaman terkait pilihan dalam mengawali puasa Ramadan,” kata dia.

Muhammadiyah, misalnya, menetapkan Ramadhan pada 11 Maret 2024 karena argumentasi hisab wujudul hilal, sedangkan pemerintah menggunakan pendekatan hisab sebagai informasi awal dan rukyatul hilal
??sebagai konfirmasi.

“Bagaimana argumentasi awal Ramadhan 1445 H pada 7 Maret atau 10 Maret? Kita bisa diskusikan agar bisa saling memberikan pemahaman,” kata Anna.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif