SOLOPOS.COM - Menara pelimpah "Morning Glory" di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. (Antara)

Solopos.com, PURWAKARTA — Indonesia memiliki deretan bendungan yang dibangun di berbagai daerah, salah satunya Bendungan Jatiluhur yang menjadi bendungan terbesar.

Bendungan merupakan penahan buatan yang menampung air secara alamiah maupun buatan. Dari segi konstruksinya, bendungan memiliki dua jenis, yaitu bendungan uragan dan bendungan beton.

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Air yang ditampung pada bendungan biasanya digunakan untuk irigasi, pasok air baku untuk minum, industri dan perkotaan, perikananan, pengendalian banjir, serta pembangkit listrik.

Melansir dari purwakartakab.go.id yang diakses pada Rabu (2/8/2023), Bendungan Jatiluhur berada pada 100 kilometer arah Tenggara Jakarta yang dapat dicapai melalui jalan tol Jakarta Cikampek dan jalan tol Cipularang ruas Cikampek-Jatiluhur.

Bendungan ini juga berada pada 60 kilometer arah Barat Laut Bandung. Dari Purwakarta berjarak sekitar 7 kilometer ke arah barat.

Bendungan Jatiluhur membendung aliran sungai Citarum yang berada di Kecamatan Jatiluhur , Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat.

Bendungan ini membentuk daerah tangkapan Bendungan Jatiluhur sebesar 4.500 kilometer persegi.

Dahulu bendungan ini diharapkan dapat menampung air sebanyak 3 miliar meter kubik, tetapi saat ini daya tampungnya menurun menjadi 2,44 miliar meter kubik akibat sedimentasi.

Selain sebagai wadah untuk menampung air, Bendungan Jatiluhur juga berfungsi sebagai pembangkit listrik dengan kapasitas yang terpasang sebesar 187,5 MW, pengendalian banjir di Kabupaten Karawang dan Bekasi, irigasi untuk 242.000 hektar, pasokan air untuk rumah tangga, industri, dan pengelontoran kota, pasok air untuk budidaya perikanan air payau seluas 20.000 hektare, dan pariwisata.

Bendungan Jatiluhur mulai dibangun pada 1957 dengan Ir. Soekarno yang meletakkan batu pertamanya dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 26 Agustus 1967.

Bendungan seluas 4.500 kilometer persegi ini menelan biaya pembuatan sebesar US$ 230 juta. Bendungan ini resmi dinamakan Bendungan Ir. H. Djuanda untuk mengenang jasa Ir. H. Djuanda dalam perjuangannya membiayai pembangunan Bendungan Jatiluhur ini.

Pembangunan Bendungan Jatiluhur mulai digagas pada abad ke-19 oleh para ahli pengairan yang telah melakukan survei awal seperti survei topografi dan hidrologi.

Pada  1888, pengukuran debit pada Sungai Citarum untuk keperluan bendungan dan irigasi telah dimulai. Gagasan tersebut dikembangkan dan disempurnakan oleh Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein yang merupakan ahli pengairan yang berasal dari Belanda pada 1930.

Pada tanggal 18 Desember 1948, gagasan pembangunan ini dipresentasikan pada pertemuan tahunan Persatuan Insinyur Kerajaan Belanda atau Koninklijk Instituut van Ingenieurs atau KIVI di Jakarta dengan judul “Een Federaal Welvaartsplan voor het Westelijk Gedeelte van Java”.

Prof. Ir. W.J. van Blommestein yang saat itu merupakan Kepala Perencanaan Jawatan Pengairan Belanda telah melakukan survei lebih mendalam dan rinci untuk rencana pembuatan tiga bendungan yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur.

Pada  1955, Ir. Van Scravendijk mengkaji ulang gagasan Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein pada tulisannya yang berjudul “Integrated Water Resources Development in Citarum River Basin”.

Kemudian pada 1960 gagasan ini dilengkapi lagi oleh Ir. Abdullah Angudi lewat nota pengelolaan sehingga menjadi Rencana Induk Pengembangan Proyek Serbaguna Jatiluhur.

Pada 1950-an, Ir. Agus Prawiranata yang saat itu menjabat sebagai Kepala Jawatan Irigasi merintis lagi gagasan pembangunan Bendungan Jatiluhur.

Saat itu ia memikirkan pengembangan jaringan irigasi untuk mengantisipasi kecukupan beras dalam negeri.

Ide tersebut lalu didiskusikan bersama dengan Ir. Sedyatmo yang saat itu merupakan Kepala Direksi Konstruksi Badan Pembangkit Listrik Negara, Direktorat Jenderal Ketenagaan, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.

Saat itu Ir. Sedyatmo menugaskan Ir. P.C. Harjosudirdjo yang ketika itu merupakan Asisten Kepala Direksi Konstruksi PLN untuk merancang pembangunan Bendungan Jatiluhur.

Hal ini dilakukan karena saat itu PLN memiliki anggaran dan sedang berusaha mencari pengganti sumber daya listrik yang masih menggunakan minyak dan mahal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya