SOLOPOS.COM - Kuasa hukum Alfian, Abdullah Alkatiri (Okezone)

Tim kuasa hukum membeberkan kronologi penangkapan Alfian Tanjung versi mereka.

Solopos.com, JAKARTA — Tim Advokasi Alfian Tanjung (TAAT) memaparkan proses penangkapan kembali kliennya seusai sejenak menghirup udara bebas dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Medaeng, Sidoarjo. Koordinator TAAT, Abdullah Alkatiri, menuturkan kronologi versi pihaknya.

Promosi BI Rate Naik, BRI Tetap Optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh Double Digit

Alfian dijemput oleh petugas Ditreskrimsus Polda Jawa Timur pada Rabu (6/9/2017) sekitar pukul 17.30 WIB. Saat itu, tim pengacara sedang mengurus administrasi status bebas dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menerima pembelaan atau eksepsinya dalam sidang perkara kasus ujaran kebencian.

“Pada saat Ustaz Alfian Tanjung keluar, tiba-tiba begitu keluar, [ada yang bilang] ‘maaf pak kami dapat pesanan dari Jakarta, Polda Metro untuk menahan beliau’,” kata Alkatiri dalam konferensi pers di AQL Center, Tebet, Jakarta Timur, Jumat (8/9/2017).

Alfian kemudian digelandang ke Mapolda Jatim, lalu diminta untuk menandatangi surat penangkapan dan penahanan. Namun, mantan dosen Universitas Muhammadiyah Prof Hamka (Uhamka) ini menolak menandatangani.

Bersama petugas dari Polda Metro Jaya, Alfian lantas terbang ke Jakarta sekira pukul 22.00 WIB. Setelah mendarat di Jakarta, petugas mengirim Alfian ke Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Salah satu anggota tim pengacara Alfian, Sulistyawati, sudah menunggu di Mapolda Metro Jaya hingga pukul 01.00 WIB, Kamis (7/9/2017).

Sulis mendapat kabar bahwa Alfian tak ditahan di Mapolda tetapi di Kelapa Dua. Ia pun bergegas menuju Depok. Sayangnya, petugas Rutan tidak memberikan akses untuk bertemu Alfian.

“Saya susul ke Mako Brimob jam dua dini hari. Ketemu dengan penjaga dan sempat berargumentasi karena klien saya punya hak untuk didampingi. Tapi ternyata tidak bisa,” ujar Sulis.

Ia kemudian menelepon penyidik Polda Metro yang menangani Alfian dan diminta untuk datang kembali pukul 10.00 WIB. Ia pun datang kembali sesuai waktu yang dijanjikan, namun hasilnya nihil.

“Ternyata jawabannya untuk sementara tidak bisa. Saya hubungi penyidiknya, akhirnya SMS saya dibalas bahwa kalau ingin ketemu harus meminta surat dari Dirkrimsus terkait hal tersebut karena penyidik sedang perjalanan menuju pulang,” ujar dia.

“Dari hal tersebut kami merasa begitu sulitnya ketemu padahal undang-undang jelas memihak hak sebagai tersangka dia mempunyai hak penuuh untuk mengubungi penasehat hukumnya. Sampai hari ini kami sangat kesulitan untuk bertemu beliau, akses untuk ketemu klien kami tidak diberikan,” sambung Sulis.

Penangkapan Alfian sebelumnya dilakukan berdasarkan laporan oleh seorang kader PDIP bernama Pardamean Nasution terkait dugaan pencemaran nama baik. Laporan tersebut diterima pada Februari 2017.

Alfian dilaporkan atas kicauannya di akun Twitter yang menuduh sebanyak 85% anggota PDIP adalah PKI. Kicauan tersebut dinilai pelapor telah menyerang kehormatan dan penistaan terhadap partai tempatnya berkecimpung.

Alfian Tanjung dijerat Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 dan/atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45a ayat 2 UU 19/2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) serta Pasal 310 dan 311 dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya