SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe (tengah) berbincang dengan tim kuasa hukumnya usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/9/2023). Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Lukas Enembe dengan hukuman 10 tahun dan enam bulan penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan dalam kasus suap proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua. senilai Rp46,8 miliar, selain itu jaksa penuntut umum menjatuhkan pidana tambahan pada terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp47,8 miliar. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/nz

Solopos.com, JAKARTA — Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe urung divonis, Senin (9/10/2023), setelah menjalani opname RSPAD Gatot Subroto karena terjatuh di kamar mandi Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Jumat (6/10/2023).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menjelaskan kronologi Lukas Enembe terjatuh dan sakit.

Promosi BRI Peduli Ini Sekolahku, Wujud Nyata Komitmen BRI Bagi Kemajuan Pendidikan

Menurutnya, berdasarkan keterangan dokter tensi darah Lukas Enembe tinggi.

“Terkait itu kami bisa jelaskan bahwa pada tanggal 3 (Oktober 2023), ketika terdakwa sakit tensinya naik, kami dapat info dari dokter dan kami segera perintahkan kepada dokter KPK untuk segera dirujuk. Pada saat itu dokter KPK segera melakukan rujuk,” papar jaksa Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/10/2023).

Namun, imbuh jaksa, Lukas Enembe menolak untuk dirujuk oleh dokter KPK pada tanggal 3 Oktober 2023.

Lukas meminta untuk dirujuk pada keesokan harinya

“Di besoknya, di tanggal 4 dan 5 (Oktober), terdakwa ketika akan diperiksa lagi oleh dokter, yang bersangkutan tidak bersedia ke poliklinik, sehingga di hari itu tidak diketahui berapa tensi terdakwa di tanggal 4 dan 5, dokter tidak bisa memberikan rujukan karena tidak mengetahui bagaimana kondisi kesehatan terdakwa,” ungkap jaksa seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Jaksa mengatakan pada tanggal 4 dan 5 Oktober 2023, Lukas Enembe juga tidak mau bertemu penasihat hukum.

Sehari kemudian atau Jumat (6/10/2023) terjadilah peristiwa Lukas Enembe terjatuh di kamar mandi.

“Kemudian di tanggal 6 (Oktober) kejadian yang tadi disebutkan tersebut,” sambungnya.

Jaksa menyampaikan hal itu merespons pernyataan penasihat hukum Lukas Enembe, Otto Cornelis (O.C.) Kaligis yang meminta kerja sama JPU KPK untuk sigap menangani permasalahan kesehatan yang dialami kliennya.

Dikatakan O.C. Kaligis dalam persidangan itu, kliennya sudah mengalami sakit jauh sebelum diketahui terjatuh di kamar mandi Rutan KPK pada 6 Oktober 2023.

“Maksud kami, begitu dokter KPK menyampaikan itu, kalau boleh, sih, secepatnya dibawa ke rumah sakit karena tiga hari terlambat menyebabkan toh keadaannya. Jadi, Kami memohon kerja sama yang baik karena ini alasan kemanusiaan, bukan kami paksakan,” kata O.C. Kaligis.

Majelis hakim yang dipimpin oleh Rianto Adam Pontoh sedianya mengagendakan pembacaan vonis terhadap Lukas Enembe pada hari ini, Senin.

Namun, majelis batal membacakan vonis dan menetapkan pembantaran karena menimbang kondisi kesehatan Lukas Enembe.

“Persidangan hari ini tidak bisa dilanjutkan untuk acara pembacaan putusan dan majelis hakim hanya membacakan penetapan pembantaran untuk terdakwa sambil menunggu laporan dari penuntut umum KPK untuk persidangan selanjutnya, sambil melihat perkembangan kesehatan terdakwa,” kata Pontoh.

Sementara, JPU KPK tetap pada tuntutannya dan meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap Lukas Enembe selama 10 tahun dan 6 bulan, serta pidana denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.

Selain itu, tuntutan membayar uang pengganti sejumlah Rp47 miliar juga tetap dilayangkan kepada Lukas.
Dengan ketentuan, dalam hal Lukas tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, dipidana penjara selama 3 tahun.

Dalam perkara ini, JPU KPK mendakwa Lukas Enembe dengan dua dakwaan.

Pertama, Lukas didakwa menerima suap Rp45,8 miliar dengan rincian sebanyak Rp10,4 miliar dari pengusaha Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur.

Kemudian sebanyak Rp35,4 miliar berasal dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua sekaligus CV Walibhu.

Kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua pada 12 April 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya