SOLOPOS.COM - TERTIB ANGGARAN -- Sebuah mobil dinas pemerintah mengisi BBM bersubsidi di sebuah SPBU di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, belum lama ini. Pemerintah diimbau melakukan tertib anggaran secara ketat untuk mencegah membengkaknya anggaran subsidi BBM. (JIBI/Bisnis Indonesia/Paulus Tandi Bone)

TERTIB ANGGARAN -- Sebuah mobil dinas pemerintah mengisi BBM bersubsidi di sebuah SPBU di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, belum lama ini. Pemerintah diimbau melakukan tertib anggaran secara ketat untuk mencegah membengkaknya anggaran subsidi BBM. (JIBI/Bisnis Indonesia/Paulus Tandi Bone)

JAKARTA – Pemerintah diminta tertib anggaran dengan mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk mengendalikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, guna mengantisipasi terjadinya pembengkakan volume yang berujung pada penambahan kuota bahan bakar tersebut.

Promosi BRI Meraih Dua Awards Mobile Banking dan Chatbot Terbaik dalam BSEM MRI 2024

Hal itu terkait dengan rencana pemerintah mengusulkan tambahan kuota BBM bersubsidi kendati sudah ditetapkan sebesar 40 juta kiloliter sesuai APBN Perubahan 2012, serta permintaan penambahan jatah kuota BBM bersubsidi oleh sejumlah kepala daerah.

Anggota Komisi VII DPR Satya W. Yudha mengatakan sebenarnya tidak ada sesuatu yang baru dari lima kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang disiapkan pemerintah. “Lima kebijakan itu tidak ada yang baru. Pemerintah harus tertib anggaran karena kita tidak bisa mengubah kuota [BBM bersubsidi] yang sudah ditetapkan dalam APBN-P,” ujarnya, hari ini.

Menurutnya, penghematan konsumsi BBM bersubsidi hanya bisa dilakukan apabila pemerintah melakukannya dengan sistem pengendalian volume per kendaraan per hari. “Tanpa sistem itu, maka akan ada kebocoran pembengkakan volume yang tidak terkendali.”

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan pemerintah menyiapkan lima kebijakan baru untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi, di antaranya mempercepat program konversi BBM ke bahan bakar gas di Pulau Jawa.

Khusus untuk pengendalian dengan melarang pemakaian BBM bersubsidi bagi kendaraan pelat merah atau dinas pemerintah dengan wilayah sasaran Jabodetabek, Jawa, dan Bali, kata Satya, dampak penghematannya kecil karena di satu sisi mengurangi volume BBM bersubsidi, tetapi di sisi lain menambah anggaran transportasi dengan memakai Pertamax.

“Hal yang bisa diapresiasi dari lima kebijakan itu, hanyalah kesadaran bahwa BBM adalah bahan bakar yang mahal, sehingga perlu ada penghematan,” jelasnya. Jero Wacik memperkirakan dengan kuota BBM bersubsidi sebanyak 40 juta kiloliter tidak akan cukup untuk tahun ini. “Kami akan minta tambah pada DPR,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Menurut Pengamat energi dari ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto, program pengendalian BBM bersubsidi hanya akan mengurangi konsumsi 2012 sebesar 150.000 kiloliter. Dia mengatakan perkiraan konsumsi 44—45 juta kiloliter tersebut dengan asumsi kenaikan 6%—8% dibandingkan dengan realisasi 2011 yang mencapai 41,69 juta kiloliter. “Kalau dibandingkan dengan kuota BBM sesuai APBN Perubahan 2012 sebesar 40 juta kiloliter, maka kelebihannya berkisar 10%–12,5%,” katanya.

Pemerintah berencana melakukan program pengendalian BBM bersubsidi mulai 1 Juni 2012. Program tersebut merupakan bagian dari lima langkah pengendalian konsumsi BBM, listrik, dan air. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan mengumumkan lima langkah pengendalian tersebut pada 23 Mei 2012.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya