SOLOPOS.COM - Ilustrasi. (Antara/Laily Rahmawaty)

Solopos.com, JAKARTA–Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri memanggil presiden dan mantan presiden lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk diminta klarifikasi terkait kasus pengelolaan dana di tumbuh lembaga tersebut.

“Karena hari ini [Jumat] dipanggil juga ketua atau presidennya, kalau tak salah untuk dimintai keterangan,” kata Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Polisi Whisnu Hermawan, di Jakarta, Jumat (8/7/2022).

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

Whisnu menjelaskan undangan permintaan klarifikasi ditujukan kepada Presiden ACT, Ibnu Hadjar, dan bekas Presiden ACT, Ahyudin.

Selain kedua petinggi ACT tersebut, penyidik juga menyarankan pihak ACT untuk menyertakan pihak keuangan dan operasional agar hadir memberikan klarifikasi.

“Sesuai undangan Presiden ACT Ibnu Hadjar dan mantan Presiden ACT Ahyudin, namun kami sarankan untuk pihak ACT menyertakan bagian keuangan ACT dan bagian operasional,” kata dia.

Baca Juga: Izin Penggalangan Dana Dicabut, Kantor ACT Madiun Masih Buka Normal

Permintaan klarifikasi tersebut diagendakan siang ini di Gedung Bareskrim Polri. Penyidik yang menangani kasus ini adalah Subdit IV Dittipideksus.

“Sekitar pukul 11.00 WIB atau pukul 13.00 WIB hari ini,” kata dia.

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Kepolisian Indonesia turut menyelidiki kasus pengelolaan dana masyarakat untuk kemanusiaan yang dilakukan oleh lembaga filantropi ACT yang diduga terjadi penyelewengan.

Dasar penyelidikan yang dilakukan penyidik dari pendalaman hasil analisis intelijen Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), laporan masyarakat dan temuan Polri di lapangan.

ACT menjadi pembicaraan setelah laporan investigasi majalah Tempo memuat tentang dugaan penyelewengan donasi umat yang digalang disalahgunakan, termasuk biaya operasional dan gaji petinggi yang bernilai tinggi.

Baca Juga: ACT Palembang Masih Aktif, Humas: Pertanggungjawaban kepada Donatur

Seusai laporan investigasi tersebut, bermunculan di media sosial tanda pagar (tagar) bertuliskan #aksi cepat tilap dan #jangan percaya ACT.

Pengurus ACT pun mengaku mengambil sebesar 13,75 dari dana yang terkumpul untuk biaya operasional lembaga tersebut.

Hal ini menurut Kementerian Sosial menyalahi aturan yang berlaku seharusnya hanya boleh memotong 10%.

Kementerian Sosial lantas mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang yang telah diberikan kepada Yayasan ACT Tahun 2022, terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan yayasan.

Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial ad interim, Muhadjir Effendi.

Baca Juga: Data Dugaan Aliran Dana ACT untuk Terorisme Sampai ke Tangan Densus 88

Selanjutnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi keuangan dari karyawan yayasan ACT kepada seseorang yang diduga terkait dengan organisasi teroris Al Qaeda.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengatakan PPATK masih mempelajari apakah transaksi terhadap pihak yang diduga terkait Al Qaeda tersebut adalah sebuah kebetulan.

Sementara itu Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Ahmad Nurwahid mengatakan ACT belum masuk Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme sehingga membutuhkan pendalaman dan koordinasi dengan instansi terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya