SOLOPOS.COM - Terpidana mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, berjalan keluar seusai menjalani sidang vonis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/7/2021). (Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, divonis 9 tahun penjara di tingkat banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis terhadap Edhy Prabowo dalam perkara penerimaan suap ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subisider 6 bulan kurungan Pada 15 Juli 2021.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Putusan banding tersebut memperberat hukuman bagi Edhy Prabowo di tingkat pertama. Putusan di tingkat banding itu juga lebih berat dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Saat itu, JPU KPK menuntut Edhy Prabowo dihukum 5 tahun penjara.

Baca Juga : Ketua KPK Kunjungi Kantor Gubernur Jateng, Ada Apa?

“Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp400 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan,” demikian termuat dalam putusan Edhy Prabowo di laman Mahkamah Agung seperti dilansir Antara, Kamis (11/11/2021).

Putusan di tingkat banding itu dijatuhkan pada Kamis (21/10/2021). Hakim Ketua Majelis Haryono dan Mohammad Lutfi, Singgih Budi Prakoso, Reny Halida Ilham Malik, Anton Saragih masing-masing sebagai hakim anggota.

Edhy Prabowo juga dihukum membayar uang pengganti Rp9.687.457.219 dan 77.000 dolar AS dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan. Apabila tidak dibayar maka harta benda akan disita dan dilelang. Apabila harta benda tidak cukup maka harus dipidana selama 3 tahun penjara.

Baca Juga : Astaga! Rata-Rata Pelajar SMA/SMK di DIY Punya Geng

“Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya,” demikian termuat dalam putusan tersebut.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim tingkat banding menyatakan memori banding yang diajukan penasihat hukum Edhy tidak ditemukan hal-hal baru yang dapat melemahkan atau membatalkan putusan pengadilan Tipikor. Majelis hakim tingkat banding menyebut memori banding yang diajukan penasihat hukum Edhy hanya pengulangan dari apa yang disampaikan sebelumnya.

Baca Juga : Begal Pantat Berkeliaran, Lagi Joging Bokong Diremas

Di sisi lain, majelis hakim tingkat banding menyebut pidana penjara yang dijatuhkan majelis hakim tingkat pertama belum memenuhi rasa keadilan masyarakat sehingga harus diubah. “Bahwa penjatuhan pidana pokok kepada terdakwa tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat yang seharusnya ditangani secara ekstra dan luar biasa. Terlebih lagi terdakwa seorang menteri yang membawahi Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Telah dengan mudahnya memerintahkan anak buah berbuat hal menyimpang dan tidak jujur,” tutur hakim.

Edhy juga dinilai merusak tatanan kerja yang selama ini ada, berlaku, dan terpelihara dengan baik. “Terdakwa telah menabrak aturan atau tatanan prosedur yang ada di Kementeriannya sendiri.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya