SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/dok)

WATES – Melambungnya harga tanah dan polemik soal status tanah di Paku Alam Ground (PAG) di kalangan internal Pura Pakualaman dikhawatirkan akan menghambat rencana pembangunan bandara di Kulonprogo.

Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/dok)

Promosi Siasat BRI Hadapi Ketidakpastian Ekonomi dan Geopolitik Global

Hal itu ditegaskan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kulonprogo Budi Wibowo. Ditemui Selasa (28/2/2012), Budi menjelaskan aspek sosial dalam hal ini terkait dengan harga tanah juga menjadi penilaian yang bisa mempengaruhi hasil survey tim Feasibility Study (FS).”Memang, saat ini, Kulonprogo mendapatkan poin yang lebih tinggi dibanding lokasi lain. Tapi aspek sosial kan juga berpengaruh,” ucapnya pesimis.

Dikhawatirkannya, jika harga tanah di Kulonprogo tidak terkendali, tidak mustahil wacana pembangunan bandara akan beralih ke lokasi lain, seperti misalnya di Bantul. Hal itu lantaran di wilayah tersebut, harga tanah lebih bisa terkondisikan. ”Saya terus terang ada pesimistis di situ. Kekhawatiran saya besar kalau harga tanah tidak terkendali, kemungkinan besar akan lari ke Bantul,” katanya.

Menurutnya, tak jarang, kasus harga tanah yang tidak terkontrol sering menyebabkan pembangunan dialihkan. Oleh karena itu untuk antisipasi, pola pembebasannya nanti tidak bertahap tapi sekaligus. Karena kalau bertahap maka yang di belakang akan meminta lebih tinggi dari yang sebelumnya. ”Anggaran untuk pembebasan sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT Angkasa Pura,” ujarnya.

Sedangkan terkait alternatif lokasi bandara di Kulonprogo yang sebagian merupakan tanah PAG, sementara di internal Puro Pakualaman sendiri terjadi permasalahan status tanah tersebut, menurut Budi, Pemkab berpedoman pada surat kekancingan dari Puro Pakualaman yang definitif.

Menurut Budi, pihak Puro Pakualam jelas menyampaikan bahwa tanah PA tidak ada persoalan bila digunakan untuk fasilitas publik. Tapi kalau untuk kepentingan bisnis harus ada pembicaraan dengan pihak Puro Pakualaman. Hal itu sudah disepakati dalam nota kesepahaman (MoU) antara Pemkab dengan Puro, dimana penggunaan peruntukan tanah ada di kewenangan Pemda tetapi ijinnya tetap harus pada Puro Pakualaman.

Meski begitu, diakui Budi, ada kekhawatiran besar bila nanti masyarakat Kulonprogo sudah sepakat terhadap tahannya untuk investasi bandara tetapi ternyata ada persoalan sulit di Puro Pakualam. ”Oleh karena itu sekarang ini harus ada satu kesatuan bahasa dalam mempercepat proses itu. Karena 40% tanah untuk bandara merupakan tanah Puro Pakualam. Kalau nanti ada hal-hal semacam itu, percik-percik persoalan justru ada di Puro kan repot juga investasi yang ada di Kulonprogo,” jelasnya.

Upaya untuk mengantisi agar jangan sampai rencana pembangunan bandara urung dilaksanakan di Kulonprogo, menurut Budi, perlu secepat mungkin dilakukan pengendalian harga tanah di calon lokasi bandara dengan baik. ”Jangan sampai terjadi euforia seperti dalam rencana pembangunan jembatan Sogan-Karangwuni, dimana warga meminta harga ganti rugi tanah jauh di atas harga pada umumnya,” tukasnya.

Sementara itu anggota Komisi III DPRD Kulonprogo, Nur Eny Rahayu mengatakan langkah yang harus diambil oleh pemerintah supaya rencana pembangunan bandara tidak dialihkan dari Kulonprogo adalah dengan melakukan sosialisasi sejak dini kepada masyarakat. Sosialisasi ini penting untuk dilakukan supaya masyarakat tahu akan manfaat keberadaan bandara untuk Kulonprogo kedepannya. ”Harus disosialisasikan sejak dini,” katanya.

JIBI/Harian Jogja Express/Arief Junianto

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya