SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sleman–Awan panas dari puncak Gunung Merapi yang terjadi pada Selasa (26/10) petang, arah luncurannya belum diketahui pasti, karena petugas Pos Pengamatan Gunung Merapi tidak bisa melihat akibat gunung tertutup kabut.

Informasi dari Posko Utama Penanggulangan Bencana Gunung Merapi di Pakem, Kabupaten Sleman, DIY, menyebutkan luncuran awan panas pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB, kedua pada pukul 17.19, ketiga pukul 17.24 WIB, dan keempat pukul 17.34 WIB.

Promosi BI Rate Naik, BRI Tetap Optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh Double Digit

Jarak luncur kedua awan panas itu belum bisa diketahui, karena petugas di sejumlah Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) kesulitan untuk melihat secara visual karena gunung berapi ini tertutup kabut.

Petugas Pos PGM Kaliurang Triono mengatakan pihaknya tidak dapat melihat Merapi karena tertutup kabut.

“Terima kasih atas informasinya, kami di sini tidak dapat melihat, mungkin benar itu adalah awan panas atau ‘wedus gembel’. Namun, untuk kepastiannya masih menunggu keterangan resmi dari Balai Penyelidikan dan Pemgembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta,” ujarnya.

Tim SAR, dan tim Tanggap Siaga Bencana (Tagana) bersama sejumlah personel TNI mulai naik ke atas, yaitu ke kawasan rawan bencana (KRB) Merapi untuk melakukan evakuasi warga yang masih bertahan atau belum mengungsi.

Jajaran Radio Komunikasi Balerante melaporkan pada Selasa malam sekitar pukul 18.15 WIB ada laporan dari sejumlah warga Dusun Sambungrejo, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten (Jawa Tengah), hujan abu mulai melanda wilayah itu.

Sementara itu, bunker yang berada di pos pengamatan Gunung Merapi tidak direkomendasikan untuk berlindung agar selamat dari bahaya letusan gunung.

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Surono, di Yogyakarta, Selasa.

“Bunker tidak direkomendasikan sebagai tempat menyelamatkan diri karena bunker tidak mampu menahan hawa panas dari awan panas atau lahar dari Gunung Merapi,” tegasnya di Yogyakarta.

Menurut dia, statistik telah membuktikan bahwa bunker sangat tidak aman untuk menyelamatkan diri seperti kejadian saat ada letusan Gunung Merapi pada 2006, yaitu ada dua orang relawan yang bersembunyi di bunker Kaliadem.

Kedua relawan tersebut baru ditemukan dalam waktu tiga hari setelah letusan dalam kondisi tewas.

Suhu lahar yang di sekitar bunker tersebut diperkirakan mencapai 800 derajat Celcius.

Surono mengemukakan bunker hanya digunakan sebagai perlindungan akhir bagi petugas di pos pengamatan.

ant/nad

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya