SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Penyair Kosal Khiev baru saja kembali ke Kamboja dari London. Ia mewakili negerinya dalam acara budaya di Olimpiade London tahun ini, terpilih dari 6.000 penyair di seluruh dunia.

Kosal, 31, membacakan puisi tentang harapan yang berjudul ‘Earthy’ (Membumi) dalam acara Poetry Parnasuss – acara yang sekaligus pertemuan terbesar para penyair dunia. Ia menangis terharu, waktu tahu dia diundang ke London.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

“Saya tidak pernah berpikir ini bisa terjadi. Saya hanya ingin menyaksikan Olimpiade, datang ke sana dan menonton pertandingannya. Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Ini adalah pengalaman pertama saya, dan wow ada begitu banyak orang dari berbagai latar belakang,” ujar Kosal.

“Suasananya begitu multikultural. Acara di London sangat besar. Waktu saya naik panggung saya grogi sekali. Lalu saya mulai membacakan puisi saya. Akhirnya saya bisa menciptakan momen yang tepat dan mengeluarkan semua perasaan saya.”

Ia pun sempat terkejut dengan tanggapan para penonton.

“Semua penyair hebat berkumpul di London dan kami bersatu padu. Kami berbagi cerita, dan ketika kami menyatu, indah sekali rasaya. Seperti tidak ada batasan. Kami hanya sekelompok orang yang ingin berbagi cerita dari berbagai perspektif yang berbeda.”

Kosal lahir di dalam kamp pengungsi di Thailand, lalu hijrah ke Amerika Serikat bersama keluarga demi melarikan diri dari kekerasan rezim Khmer Merah ketika ia masih remaja. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai pengungsi di Amerika Serikat.

Di sana ia masuk penjara Amerika selama 15 tahun dan belajar soal puisi. Tahun lalu, ia dideportasi ke Kamboja, dan kini menulis puisi untuk menginspirasi para anak muda Kamboja.

“Waktu saya 16 tahun, saya sudah ikut geng dan melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Seperti mengedarkan narkoba, pakai narkoba dan minum alkohol,” aku Kosal.

“Pada tahun itu saya ditangkap. Lalu saya mulai menulis. Ada satu saat ketika saya merasa menulis puisi menjadi satu bentuk ekspresi, saluran untuk mengeluarkan persaaan saya. Saya menulis semua pengalaman saya di atas kertas.”

Tahun lalu, ia dibebaskan dan pemerintah Amerika mendeportasinya ke Kamboja.

“Saya tidak pernah pulang ke Kamboja sebelumnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. saya tidak tahu cara membaca atau menulis dalam bahasa Khmer,” ujar Kosal

“Saya baru sanpai di Pnom Pneh, tapi tidak kenal siapa-siapa. Lalu satu malam saya naik motor dan keliling kota. Setelah itu saya sadar kalau saya jatuh cinta. Saya melihat semua kemungkinan yang ada di kota itu, ada begitu banyak keindahan disini. Banyak hal yang Anda bisa dilakukan.”

Kamboja adalah rumah baru bagi Kosal . Ia menuliskan beberapa puisi yang bercerita soal hidupnya – khususnya pengalamannya sebagai pengungsi Kamboja dan kehidupannya dalam penjara di Amerika.

“Sebagian besar puisi saya ditulis dalam di masa yang sulit dan bagaimana melanjutkan hidup melewati masa itu. Jadi banyak karya saya yang mengeluarkan sisi gelap, penuh dengan kemarahan, kesedihan dan tragedi, tapi masih ada harapan, masih ada terang di ujung jalan. Anda bisa melewati masa ini, ini bukan akhir dari segalanya. Yang tidak membunuhmu akan membuatmu lebih kuat. Anda masih bernafas. Setelah melewatinya, Anda akan menjadi lebih kuat lagi.”

Berbagai karyanya telah menarik perhatian Studio Revolt – satu laboratorium media independen di Pnom Penh.

“Bakatnya, puisinya dan penampilannya di atas panggung sangat lua biasa. Kami mengajak dia bergabung dengan kami. Kami ingin membantu dia menyebarkan pesannya, dan menyuguhkan karyanya kepada penonton yang lebih luas lagi,” tutur Anida Yoeu Ali, salah satu pendiri studio ini.

“Kami menciptakan beberapa video menarik untuk dia, menggunakan puisi dan cerita-ceritanya. Kami memasangnya di internet, supaya bisa menjangkau penonton yang lebih banyak lagi, juga lewat berbagai teater dan banyak cara lainnya. ”

Salah satu video pertama dari “Verses in Exile” (Ayat-Ayat dari Pengasingan) – satu seri film pendek dari Studio Revolt yang menampilkan puisi-puisi Kosal.

Kosal ingin mendorong anak muda Kamboja untuk mengekspresikan diri mereka lewat cara-cara yang positif, khususnya mereka yang pernah menjalani kehidupan yang sulit.

“Kadang orang tidak punya suara, untuk mengekspresikan perasaan mereka ketika kesepian, marah, sedih atau senang. Mereka tidak tahu cara mengungkapkannya. Itulah yang menggerakkan saya untuk melakukan apa yang saya lakukan, karena saya bisa mewakili mereka lewat puisi saya. Saya bisa memberikan mereka kekuatan dan mendorong mereka untuk memandang dirinya dari sisi yang positif. Banyak orang yang mengekspresikan perasaannya lewat cara yang negatif.”

Studio Revolt juga berencana berkeliling memutar film dokumenter Kosal yang pertama berjudul “Cambodian Son”, (Putra Kamboja) yang menceritakan soal hidup dan karya Kosal.

“Misi saya adalah untuk terus menceritakan berbagai kisah, dan mengajak orang untuk saling mengasihi dan membantu satu sama lain. Jangan sampai kita dipisahkan karena warna kulit, dialek atau bahasa yang kita gunakan, tapi marilah kita bersatu dengan satu visi, dan membangun masa depan tanpa batasan atau dipisahkan. Kami akan adakan berbagai acara kreatif lewat musik, kebudayaan tradisional, pusi, kesenian, dan tarian, Saya ingin melihat seperti apa mereka di masa mendatang, dan hal-hal baik apa saja yang akan terjadi.”

Kini ia bekerja sama dengan International Bridges to Justice yang berbasis di Jenewa – satu LSM yang memperjuangkan hak-hak hukum orang awam, dan berupaya menghentikan penggunaan penyiksaan dalam penyelidikan.



“Kami mencoba mendidik anak-anak muda yang masih dalam tahanan di Kamboja. Saya harap saya bisa bicara di berbagai penjara dan melihat kondisi mereka – mencari tahu apa saja yang kami bisa lakukan untuk mendidik mereka. Saya juga akan membantu anak-anak muda dalam tahanan di Amerika Serikat. Dan mudah-mudahan kami bisa menjembatani kedua belah pihak untuk berbagi masing-masing persepektif. Saya rasa ini akan menjadi hal yang baik untuk kedua belah pihak.”

Melalui semua proyeknya, Kosal ingin membantu para anak muda Kamboja.

“Saya ingin membuat sesuatu yang bisa berdampak kepada anak-anak muda. Mereka juga punya suara, untuk memberikan mereka harapan. Dan menunjukkan kepada mereka kalau tidak ada yang mustahil. Dengan kerja keras dan introspeksi diri, mereka bisa melihat kekuatan di dalam diri meeka sendiri. Itulah dampak yang saya ingin tinggalkan untuk mereka. Mereka harus mulai membayangkan masa depannya sebagai inspirasi. Untuk melihat apa yang mereka ingin lakukan, apa yang mereka ingin tinggalkan, ketika mereka sudah tua nanti.”

Setelah penampilan Kosal Khiev di London, Anida Yoeu yakin, Kosal sudah menjadi satu inspirasi.

“Menurut saya Kosal adalah panutan yang bagus yang mencerminkan harapan – seseorang yang telah mengambil jalan yang salah di Amerika Serikat, bisa menemukan jalan yang tepat ke Kamboja,” ujar Anida.

“Hebat sekali dia bisa mewakili Kamboja di atas panggung internasional, kan? Dia bilang ‘Saya sudah berubah, Saya sudah selamat dari kekerasan yang begitu besar, tapi lihatlah saya sekarang ini, hasil karya saya bagus sekali.”

Puisi Kosal yang lain “My Asia America” bercerita kerinduan Kosal pada keluarganya yang ada di Amerika Serikat.

“Keluarga saya ada di Amerika Serikat, di California. Ibu, saudara-saudara laki-laki dan perempuan, keponakan laki-laki dan perempuan saya semuanya ada disana. Ya saya kehilangan mereka. Itulah sisi lain dari deportasi ini – badan imigrasi bisa memisahkan berbagai keluarga begitu saja. Memang sedih kalau dipisahkan dari orang-orang yang Anda cintai.”

Khortieth Him
Asia Calling/Phnom Penh

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya