SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi berfoto bersama dengan kepala negara yang hadir dalam KTT Arab Islam Amerika di Riyadh, Arab Saudi, Minggu (21/5/2017). (Setkab.go.id)

Di balik pengucilan Qatar, Arab Saudi diduga iri dengan kekuatan ekonomi Qatar selain terlalu percaya pada dukungan Donald Trump.

Solopos.com, JAKARTA — Kedatangan Donald Trump ke Riyadh bulan lalu rupanya memberikan motivasi besar Arab Saudi untuk menunjukkan supremasinya di Timur Tengah. Selain ingin menundukkan Qatar, Saudi juga ingin memberikan gertakan bagi musuh abadinya, Iran.

Promosi BRI Perkuat Kolaborasi Strategis dengan Microsoft Dorong Inklusi Keuangan

Indikasi itu diungkapkan oleh Hamid Aboutalebi, Wakil Kepala Staf Kepresidenan Iran. Dia mengatakan kunjungan Trump ke Riyadh bulan lalu adalah awal mula kebijakan pengucilan Qatar. Menurutnya, yang terjadi saat ini kepada Qatar adalah hasil dari pertemuan yang disebutnya proses penyajian tarian pedang dari Kerajaan Arab Saudi.

Ucapan Aboutalebi itu merujuk pada prosesi penyambutan Trump oleh Raja Salman di Riyadh pada 19 Mei lalu. Pasalnya, dalam pertemuan itu, Trump disambut dengan tarian-tarian tradisional Arab Saudi.

Hal serupa diungkapkan oleh para pejabat AS dan mantan pejabat AS yang mayoritas enggan disebut namanya karena sensivitas permasalahan yang tinggi. Kepada Reuters, mereka menyebutkan Arab Saudi terlena dan terlampau percaya diri mendapat dukungan dari Trump untuk menindak Iran dan segala tindakan terorisme versi Riyadh.

Pasalnya, kala itu Trump menyerukan akan mendukung segala bentuk perlawanan terorisme oleh Arab Saudi. Trump secara tak langsung juga membenarkan bahwa aksi terorisme selama ini didukung oleh Iran.

Di sisi lain, porsi pemberitaan media massa Qatar, Al-Jazeera yang banyak mengulas Iran membuat Arab Saudi meradang. Mereka pun menuding Qatar cenderung mendekatkan diri ke Iran. Hal itu pula yang membuat Riyadh menutup biro Al Jazeera di Arab Saudi, Selasa (6/6/2017).

Selain itu, keputusan Qatar membayar tebusan kepada ISIS untuk membebaskan warganya dari penyanderaan, juga dianggap sebagai bentuk dukungan ke teroris.

Sementara itu, sikap pemimpin Qatar Sheik Tamim bin Hamad al-Thani cenderung pragmatis dan membawa negaranya ke posisi netral di Teluk Arab. Al-Thani pun berhasil membawa negaranya menjadi negara independen dalam hal sengketa kekuasaan di Timur Tengah antara Arab Saudi dan Iran. Qatar merupakan negara nomor 4 terkaya di dunia berdasarkan GDP perkapita (US$73.653), jauh di atas Arab Saudi (US$20.482).

Tak henti di situ saja, sang Emir Qatar itu juga mampu melanjutkan keberhasilan ayahnya Sheikh Hamad menjadikan Qatar berhasil dalam mengembangakan bisnis media, olahraga, keuangan. dan energi nasional serta menolak tunduk atas dominasi Riyadh. Hal itu secara tak langsung membuat Arab meradang sekaligus iri hati.

Namun apa yang dilakukan Arab Saudi dan sekutunya di Timur Tengah kepada Qatar itu rupanya tak sesuai perkiraan Gedung Putih. Pasalnya, salah satu staf Gedung Putih menyatakan pemerintah AS masih memiliki kepentingan besar dengan Qatar. Paman Sam pun sejak lama menjadikan Doha sebagai sekutu di Timur Tengah.

Selain karena AS memiliki pangkalan militer terbesar di Teluk Arab yakni di Al-Udeid, Qatar. AS juga memandang Qatar memiliki posisi penting sebagai penghubung dengan kelompok sekutu Washington yakni Hamas. Tak heran jika banyak pejabat AS menyebut langkah Arab Saudi dan sekutunya telah melampaui perkiraan Gedung Putih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya