SOLOPOS.COM - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (tengah) bersama Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh (kanan) saat ditemui di Jakarta, Selasa (14/03/2023). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria).

Solopos.com, SOLO–Hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap transaksi janggal senilai Rp300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) antiklimaks.

Publik heboh saat kali pertama Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md melempar informasi adanya transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di Kemenkeu.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyampaikannya saat di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Kaliurang, Sleman, Rabu (8/3/2023).

Saat itu Mahfud menyebut transaksi mencurigakan di Kemenkeu senilai Rp300 triliun itu merupakan akumulasi sejak 2009. Itu berdasar 160 laporan. Transaksi tersebut melibatkan sebanyak 460 pegawai pajak.

Bahkan, Mahfud mengatakan laporan menyangkut transaksi janggal itu disampaikan sejak 2009, tetapi tidak segera direspons hingga akhirnya menumpuk.

PPATK menguatkan pernyataan Mahfud MD tersebut dengan menyebut laporan terkait transaksi janggal Rp300 triliun sudah disampaikan kepada Kemenkeu tetapi selama 14 tahun ini tidak direspons.

Publik tercengang lantaran nilai transaksi janggal tersebut sangat besar. Publik semakin geram terhadap Kemenkeu.

Terang saja, belum tuntas kasus harta tak wajar Rafael Alun Trisambodo yang sebelumnya menjabat sebagai Kabag Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan II Kemenkeu, tiba-tiba saja mengemuka informasi soal transaksi mencurigakan dengan nilai fantastis.

Publik berasumsi macam-macam. Ada warganet yang menuduh korupsi di Kemenkeu sudah masif sampai menyatakan sekarang menjadi malas membayar pajak karena pajak yang disetorkan hanya untuk memperkaya para pejabat Kemenkeu.

Bahkan, banyak warganet yang mendesak Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mundur karena dianggap tak bisa memberantas korupsi di Kemenkeu.

Mereka menyuarakan aspirasi itu melalui tagar #SriMulyaniMundur.

Pada perjalanan isu ini, Menkeu Sri Mulyani membuka suara. Dia merasa tak mendapatkan informasi yang jelas terkait transaksi janggal Rp300 triliun seperti yang sebelumnya disampaikan kepada publik.

Pada momentum itu, Mahfud Md memberi klarifikasi bahwa transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun adalah dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), bukan korupsi.

Hal tersebut disampaikannya pada Sabtu (11/3/2023). Meski demikian, saat itu Mahfud menyebut dugaan TPPU yang dimaksudnya melibatkan 467 pegawai Kemenkeu. Itu berdasar laporan PPATK.

Bahkan, dia meminta penyelidikan bisa dilakukan cepatnya. Apabila laporan yang diberikan kepada satu penegak hukum buntu, maka akan langsung dialihkan ke yang lain.

Isu menyangkut transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun itu memicu reaksi publik. Selain meluapkan kegeraman melalui media sosial, ada pihak yang menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR.

Massa membawa baliho bergambar Menkeu Sri Mulyani dengan gigi bertaring disertai tulisan. Kalimat yang tertera dalam baliho itu yakni Kemana Uang Pajak Rakyat. Bongkar..!! Dana Gelap 300 Trilyun…? Pecat Sri Mulyani Kalau Tidak Pecus Kelola Pajak Rakyat Jangan Tinggal di Indonesia.

Aksi serupa digelar di Solo oleh kelompok yang mengatasnamakan Solidaritas Aksi Peduli Rakyat, Rabu (15/3/2023). Mereka menuntut Menkeu Sri Mulyani dicopot dan ingin penegak hukum mengusut dugaan korupsi pejabat pajak hingga tuntas.

Publik sudah telanjur menghakimi telah terjadi korupsi di Kemenkeu sampai menuntut Menkeu Sri Mulyani dipecat.

Kemudian, tiba-tiba Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyimpulkan bahwa transaksi Rp300 triliun janggal di Kemenkeu bukan merupakan korupsi pegawai Kemenkeu.

“Ini lebih kepada kasus-kasus yang kami sampaikan ke Kemenkeu sebagai penyidik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 [tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU],” ungkap Ivan di Jakarta, Selasa (14/3/2023), dikutip dari Antara.

Transaksi Rp300 triliun tersebut merupakan angka terkait pidana asal kepabeanan maupun perpajakan yang ditangani oleh Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal.

Ia menjelaskan Kemenkeu merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam UU No. 8/2010.

Sementara itu, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh menyamaikan pada prinsipnya transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun bukan merupakan angka korupsi atau TPPU pegawai di Kemenkeu.



Kemenkeu berkomitmen untuk bersih-bersih sembari intensif berkomunikasi dengan PPATK.

“Mengenai informasi terkait pegawai Kemenkeu, kami tindaklanjuti secara baik, kami panggil, dan sebagainya. Intinya, ada kerja sama antara Kemenkeu dan PPATK” ucap Awan.

Hal tersebut mengundang tanda tanya. Publik sulit percaya lantaran awalnya transaksi fantastis itu disebut sebagai dugaan TPPU tetapi kini disimpulkan bukan korupsi pegawai Kemenkeu, tetapi data tindak pidana kepabeanan dan perpajakan yang ditangani Kemenkeu.

“Kalau tidak jadi masalah kenapa 300T itu diributkan,” tulis akun Twitter @kilalayu5, Rabu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya