SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Dwi Prasetya)

Solopos.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan hasil stress test BI menunjukkan ketahanan perbankan Indonesia yang kuat.

“Ketahanan sistem keuangan, khususnya perbankan, tetap terjaga, baik dari sisi permodalan, risiko kredit, maupun likuiditas,” ungkap Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Selasa (18/4/2023).

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

Ke depan, BI terus memperkuat sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi domestik dan global, yang dapat mengganggu ketahanan sistem keuangan.

Ia membeberkan, permodalan perbankan yang kuat terlihat dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 26,02 persen pada Februari 2023. Risiko kredit juga terkendali, tercermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang rendah, yaitu 2,58 persen (bruto) dan 0,75 persen (neto) pada Februari 2023.

Cerminan ketahanan perbankan lainnya juga terlihat dari likuiditas perbankan pada Maret 2023 yang terjaga didukung pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 7 persen (yoy). Di sisi lain, likuiditas perekonomian juga memadai tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang masing-masing tumbuh sebesar 4,8 persen (yoy) dan 6,2 persen (yoy).

Likuiditas perbankan dan perekonomian yang memadai berkontribusi positif mendorong peningkatan kredit atau pembiayaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Sejalan dengan arah kebijakan likuiditas BI yang akomodatif, Perry menyebutkan indikator rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pun tercatat tinggi, yakni 28,91 persen pada Maret 2023.

“Selain penyaluran kredit atau pembiayaan bagi dunia usaha, likuiditas yang memadai turut mengarahkan suku bunga perbankan agar kondusif mendukung pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.

Di pasar uang, lanjut dia, suku bunga IndONIA tetap rendah sebesar 5,65 persen pada 17 April 2023. Imbal hasil surat berharga negara (SBN) tenor jangka pendek tercatat 6,24 persen atau menurun 20 basis poin (bps) dibandingkan dengan level Februari 2023, sedangkan imbal hasil SBN tenor jangka panjang terkendali.

Suku bunga deposito satu bulan pada Maret 2023 juga tercatat rendah di level 4,1 persen, turun 2 bps dibandingkan dengan Februari 2023. Suku bunga kredit pun kondusif mendukung permintaan kredit, yakni sebesar 9,38 persen atau meningkat 4 bps dibandingkan dengan level bulan sebelumnya

Perry menekankan, pihaknya akan terus memastikan kecukupan likuiditas untuk menjaga stabilitas sistem keuangan serta mendorong berlanjutnya peningkatan kredit atau pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional.

Krisis Perbankan Eropa dan AS

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan krisis perbankan yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat (AS) masih harus diwaspadai sebagai tantangan jangka menengah-panjang dalam prospek ekonomi global.

Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan dari pembahasan dalam Spring Meeting IMF-World Bank 2023 di Washington, AS. Dalam kesempatan itu, dibahas apakah krisis perbankan di Eropa dan AS sudah teratasi atau masih harus diwaspadai.

“Adanya kenaikan inflasi yang tinggi, suku bunga tinggi, dan pengetatan likuiditas telah menimbulkan dampak kepada sektor keuangan, terutama perbankan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi April 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (17/4/2023).

Ia menjelaskan saat ini dunia masih mengalami tingkat inflasi tinggi, baik Indeks Harga Konsumen (IHK) maupun inflasi inti, yang direspons dengan peningkatan suku bunga kebijakan moneter yang tetap bertahan tinggi sampai inflasi bisa dikendalikan.

Kebijakan tersebut ditambah dengan pengetatan likuiditas untuk bisa mengendalikan sisi permintaan dalam perekonomian, yang akan menyebabkan pelemahan pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang mengeluarkan kebijakan.

Kombinasi inflasi dan suku bunga tinggi pun menyebabkan perekonomian di negara maju seperti AS dan Eropa melambat signifikan pada tahun 2023, sehingga pada akhirnya akan memberikan dampak bagi negara-negara berkembang dan pasar berkembang yang sangat mengandalkan ekspor.

Di sisi lain, Bendahara Negara ini menambahkan, kebijakan pembukaan kembali ekonomi China belum mampu memulihkan perekonomian Negeri Panda secara signifikan.

“Kondisi ini berarti sumber perekonomian dunia masih sangat lemah tahun ini sehingga akan mempengaruhi volume dan transaksi ekspor-impor antar negara yang pasti mengalami pelemahan,” ungkapnya.

Oleh karenanya, ia menyebutkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari berbagai lembaga internasional pada tahun 2023 masih cukup rendah, yakni di kisaran 2,8 persen dari realisasi tahun 2022 yang sebesar 3,4 persen atau 6,3 persen pada tahun 2021.

Sementara untuk inflasi, perkiraannya untuk negara berkembang masih cukup tinggi yakni 8,6 persen pada tahun ini, sebesar 4,7 persen untuk negara maju 4,7, dan untuk keseluruhan global sebesar 7 persen.

“Artinya inflasi masih akan cukup tinggi pada jangka yang cukup panjang atau higher for longer,” tutur Menkeu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya