SOLOPOS.COM - Dosen UIN Salatiga, Dr. Fatchurrohman, M.Pd. (Istimewa).

Solopos.com, SALATIGA — Ramai di media massa, salah satunya yakni portal Solopos.com yang tayang pada, Selasa (26/9/2023) lalu, soal pembacokan guru oleh siswanya sendiri yang dilakukan pada, Senin (25/9/2023), saat membagikan soal ujian di dalam kelas.

Banyak kalangan menyayangkan peristiwa tersebut, bahkan mengecam pelaku pembacokan. Namun, yang perlu diingat lagi bagaimana mungkin seorang siswa tega menyakiti gurunya yang setiap hari mengajarkan kebaikan kepadanya.

Promosi Kisah Inspiratif Ibru, Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik

Di sisi lain, kalau di otak-atik, sebenarnya siapa yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut?

Dalam dunia pendidikan, dikenal istilah sistemik makro-integratif yakni ketika berbagai elemen mempengaruhi perkembangan anak, yaitu keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat.

Pandangan tersebut sejalan dengan teori Bronfenrenner, yaitu makro-sistem dalam teorinya ekologi sosial (1979), yang menyatakan performa individu merupakan hasil interaksi dirinya dengan alam sekitarnya.

Anak hidup dalam pengaruh keluarga yang di dalamnya menerima pembelajaran pengetahuan, sikap, dan life skill. Orang tua yang peduli akan memberikan perhatian dan pembelajaran yang terbaik untuk anak-anaknya.

Orang tua merupakan figur teladan bagi anak yang dijumpainya di depan mata setiap harinya. Oleh karena itu pengaruh orang tua sangat besar bagi performa anak- anaknya, sehingga ada pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Sekolah merupakan pendidikan ke dua bagi anak, ketika mereka menerima tambahan pembelajaran kognitif, sikap, dan keterampilan.

Sesuatu yang tidak diterima di rumah, diterima anak di sekolah baik pengetahuan, keterampilan atau sikapnya. Hal ini karena orang tua tidak mampu memberikan pembelajaran yang lebih untuk anak-anaknya akibat keterbatasan kemampuan.

Perlakuan guru terhadap peserta didik sangat mempengaruhi emosi dan sikap mereka. Jika anak diperlakukan dengan lembut maka akan muncul sikap lembut, sebaliknya jika anak di sekolah sering diperlakukan kasar, maka akan muncul emosi dan sikap yang kasar temperamental.

Dalam pendidikan diperlukan pendekatan yang soft menghadapi anak yang beraneka tingkah, jika guru salah dalam mendekati anak maka fatal akibatnya.

Anak justu tidak akan menurut kepada guru, bahkan memberontak, melawan kepada guru. Masyarakat juga berperan besar dalam proses pembentukan performa anak.

Anak lebih banyak menghabiskan waktunya dalam masyarakat dibandingkan di sekolah.

Dalam masyarakat ada unsur manusia dan non-manusia, unsur manusia seperti teman bermain (game), tetangga, teman hobi (sepak bola), teman nonton, teman nongkrong, teman les, teman mengaji, dan lainnya.

Sedangkan unsur masyarakat non-manusia seperti media sosial (IG, FB, Twitter), tayangan televisi, iklan, dan lainnya. Pengaruh unsur tersebut sangat besar bagi anak, baik terhaap pengetahuan, sikap atau keterampilannya.

Tak Bisa Membedakan Dunia Fantasi dan Riil

Anak terkadang belum dapat membedakan dunia fantasi dan riil, sehingga mereka cenderung meniru bebagai hal yang dijumpainya dalam Masyarakat, baik masyakat manusia maupun non-manusia.

Sementara tidak ada pihak yang peduli mengendalikan berbagai tayangan tersebut kepada anak, dan memang sangat sulit mengendalikannya.

Selanjutnya unsur pemerintah juga tidak kalah penting dalam memberikan pengaruh bagi pendidikan anak.

Pemerintah boleh dikatakan sebaai key atau kunci bagi proses pendidikan di suatu negara. Pemerintah memiliki power untuk mengatur policy terkait dengan pendidikan, baik untuk keluarga, sekolah maupun unsur masyarakat.

Pemerintah perlu mengintervensi terhadap keluarga, sekolah, dan masyarakat terkait urusan pendidikan agar terwujud pendidikan yang
baik.

Pemerintah perlu membuat regulasi tentang peran dan tanggung jawab keluarga dalam pendidikan, regulasi tentang pengelolaan pendidikan di sekolah yang baik, dan aturan tentang perilaku masyarakat agar memberikan pengaruh dan dampak positif bagi anak.

Pada era digital ini, pemerintah perlu mengontrol situs-situs yang kurang edukatif bagi anak.

Pemerintah perlu melindungi anak-anak dari korban bisnis digital, dengan membatasi laman atau situs yang kurang bahkan tidak mendidik.

Pemerintah perlu membanyak situs-situs yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir anak, membentuk sikap baik dan keterampilan kerja pada era sekarang.



Jika tidak, maka akan muncul korban lebih banyak di era digital bebas ini. Mencermati kasus pembacokan siswa kepada guru tersebut, jika dilihat kasat mata maka guru yang menjadi korban.

Namun jika dilihat dari perspektif makro-integratif, maka siswalah yang menjadi korban sistem yang buruk.

Ketika semua elemen yang mempengaruhi perkembangan anak tidak berada dalam suasana yang baik, maka anak-anak akan menjadi korban yaitu munculnya perilaku buruk pada mereka yang terkadang sampai pada tingkah destruktif.

Performa perilaku anak saat ini adalah akumulasi dari pengaruh berbagai elemen yang ada di sekitarnya. Jadi, kedua-duanya menjadi korban.

Artikel ini ditulis oleh Dosen UIN Salatiga, Dr. Fatchurrohman, M.Pd.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya