SOLOPOS.COM - Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang memberi salam saat tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/6/2023). (Antara/Raisan Al Farisi)

Solopos.com, INDRAMAYU — Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang mendapat dukungan dari sejumlah organisasi aktivis yang tergabung dalam Koalisi Anti Pasal Penodaan Agama.

Para aktivis tersebut menilai pelaporan Panji Gumilang ke polisi merupakan upaya kriminalisasi terhadap perbedaan pemahaman dan keyakinan agama.

Promosi Program Pemberdayaan BRI Bikin Peternakan Ayam di Surabaya Ini Berkembang

Koalisi Anti Pasal Penodaan Agama terdiri atas Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Satu Keadilan (YSK), SETARA Institute, Solidaritas Korban Tindak Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan (Sobat KBB) dan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk).

Seperti diketahui, polemik Pondok Pesantren Al-Zaytun dan pemimpinnya Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang yang mencuat ke publik sejak April 2023 memasuki babak baru.

Pada Senin (3/7/2023), Panji Gumilang memenuhi panggilan Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri terkait laporan dugaan tindak pidana penodaan agama.

Panji Gumilang dijerat menggunakan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.

Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur menyayangkan langkah kepolisian memproses laporan dengan delik penodaan agama terhadap Panji Gumilang.

Menurutnya, pelaporan itu merupakan upaya kriminalisasi terhadap Panji Gumilang karena memiliki pandangan dan amalan keagamaan yang berbeda.

Hal itu, kata dia, melanggar hak dan kebebasan beragama atau berkeyakinan dan berkepercayaan.

“Padahal Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 menegaskan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya,” ujarnya seperti dikutip Solopos.com dari rilisnya.

Pola kriminalisasi terhadap terhadap pimpinan Al-Zaytun, menurut Muhammad Isnur, mirip dengan pola-pola kriminalisasi pada kasus-kasus penodaan agama sebelumnya.

Mereka dihukum melalui proses pengadilan yang berdasarkan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang disertai dengan mobilisasi dan tekanan massa.

Isnur mengkhawatirkan aparat pemerintah dan penegak hukum, baik di pusat maupun daerah, tidak melakukan pencegahan dan penegakan hukum secara adil dan optimal.

“Polisi harus menghentikan kriminalisasi terhadap Panji Gumilang. Ini pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius, karena terus berulang merampas hak dan kebebasan beragama yang dijamin konstitusi,” desak Isnur.

SETARA Institute mencatat penerapan pasal-pasal penodaan agama lebih tampak sebagai ‘peradilan’ oleh tekanan massa (trial by mob).

Pasal-pasal penodaan agama adalah ketentuan hukum yang problematis, dengan unsur-unsur pidana yang kabur dan tidak memberikan kepastian hukum.

Padahal, pandangan dan ijtihad keagamaan Panji Gumilang adalah bentuk kebebasan beragama, berpendapat, dan berekspresi warga yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara.

“Kami menuntut pihak kepolisian untuk tidak tunduk pada tekanan massa dan kelompok keagamaan tertentu, seperti MUI, yang memberikan fatwa (pendapat) tunggal dan tertutup atas pemahaman keagamaan Panji Gumilang,” tegas Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan.

Koordinator Nasional Sobat KBB Angelique Maria Cuaca turut mendorong semua pihak, dari mulai masyarakat, tokoh agama, para politisi hingga aparat dan pemerintah, untuk menghormati pandangan keagamaan dan kepercayaan beserta ekspresinya yang dilakukan secara damai dan tidak melanggar hak-hak warga lainnya.

Tidak hanya menuntut aparat hukum menghentikan kriminalisasi terhadap Panji Gumilang, Sobat KBB juga mengingatkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk tidak membatasi apalagi menutup aktivitas Pondok Pesantren Al-Zaytun.

“Hentikan kriminalisasi dan kekerasan atas nama agama. Dewasalah menyikapi perbedaan dengan saling menghormati untuk membangun kebersamaan dan kehidupan yang bermartabat, penuh damai, di Indonesia,” ajak Angelique Maria Cuaca.

Diambil Alih Kemenag

Pemerintah melalui Kementerian Agama mengambil alih proses pembinaan ribuan santri dan pelajar yang menimba ilmu di Pondok Pesantren Al Zaytun, Gantar, Indramayu, Jawa Barat.

Langkah ini ditempuh pemerintah seiring proses hukum yang terjadi pada pimpinan Al Zaytun, Panji Gumilang terkait kontroversi yang dibuatnya selama ini.

“Ribuan santrinya akan diambil alih oleh Kementerian Agama karena bagaimanapun mereka anak-anak bangsa yang harus terus belajar, tetapi tentu dengan pola belajar dan kurikulum yang sesuai dengan yang kita sepakati,” kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil seusai acara Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) di Yogyakarta, seperti dikutip Solopos.com dari Antara, Kamis (6/7/2023).



Ridwan Kamil atau biasa disapa Kang Emil menyadari Ponpes Al Zaytun telah meresahkan masyarakat.

Ia memastikan terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan pengasuh Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang telah ditangani pihak kepolisian.

“Sesuai harapan masyarakat sudah ditindaklanjuti. Jadi pimpinannya, Panji Gumilang sudah ditindaklanjuti kasusnya oleh Bareskrim Polri,” kata dia.

Oleh karena itu, ia meminta masyarakat agar bersabar dan menyerahkan sepenuhnya proses penanganan kasus itu kepada kepolisian.

“Aset-asetnya (Al Zaytun) kemungkinan sudah dibekukan,” kata dia.

Kang Emil mengatakan menyepakati kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia harus sesuai dengan Pancasila.

Menurut dia, tidak boleh ada ideologi-ideologi yang merongrong Pancasila.

“Kemudian dalam keislaman kita sudah sepakat bahwa kita ini ahlussunah wal jama’ah, jadi tidak boleh ada fatwa-fatwa, fikih-fikih yang bertentangan dengan yang sudah menjadi kesepakatan kita,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya