SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JAKARTA–DPR sepakat menambah anggaran logistik untuk Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyusul maraknya aksi terorisme di Indonesia belakangan ini.

Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso di Gedung Parlemen, Senin (10/9/2012). Namun demikian, Priyo tidak memerinci seberapa besar anggaran untuk kebutuhan logistik itu akan dialolasikan karena masih harus dibahas.

Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun

Priyo mengaku sebenarnya dirinya justru berniat mengusulkan pengurangan anggaran BIN, Polri, dan BNPT. Langkah itu, ujarnya, bertujuan sebagai kritik atas kinerja ketiga lembaga yang dianggap sering kecolongan oleh para pelaku terorisme.

“Ya itu lebih sebagai bentuk kritikan dan dukungan karena kita yakini agar mereka bekerja lebih serius memastikan rasa aman sehingga mau tak mau lebih bagus kita berikan dukungan dan pendanaan cukup terhadap alat-alat keamanan untuk bekerja serius,” ujarnya Priyo.

Priyo juga meminta Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto meninggkatkan koordinasi dengan BIN, Polri, dan BNPT. Dengan begitu akan terjalin sebuah kerja sama yang baik, sehingga ujungnya bisa memberi rasa aman kepada masyarakat.

Wakil Ketua DPR bidang Politik, Hukum dan Keamanan itu mengaku prihatin karena alat negara kecolongan dengan kasus terorisme. Padahal, Indonesia mempunyai alat dan infrastruktur yang canggih.

“Kita percayakan alat negara, termasuk intelijen bekerja lebih serius dan tadi ada kepastian ketika menetapkan pimpinan Komisi I dan III mereka sepakat menambahkan anggaran logistik untuk memastikan semua berjalan lebih baik,” kata Priyo.

Pengamat sosial keagamaan, Azyumardi Azra menilai salah satu penyebab utama munculnya radikalisme dalam agama yang berujung pada tindakan terorisme adalah karena kesalahan guru agama dalam memberikan pemahaman satu aliran.

Menurutnya, penafsiran tunggal yang diajarkan para guru agama dapat melahirkan ideologi kebencian sehingga kebencian tersebut menimbulkan tindakan yang radikal.

Untuk itu, dia menilai pemerintah perlu melakukan sosialisasi pemahaman kebangsaan kepada para guru agama tersebut selain terhadap elit-elit lokal yang dinilai sangat strategis untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Namun demikian dia tidak sependapat kalau para guru agama maupun pendakwah harus diberi sertifikasi seperti yang dilakukan di Malaysia.

Menurutnya, faktor ekonomi tidak berpengaruh banyak terhadap munculnya aksi kekerasan itu karena sebagian pelaku tindakan teroris juga dari kalangan ekonomi menengah dan atas.

Bahkan dari segi pendidikan pun pelakunya cukup terdidik, bahkan ada yang bergelar Doktor, ujarnya. Dia menambahkan kelompkim garis keras pada dasarnya sudah ada sejak zaman nabi, namun sekarang muncul lagi dengan label baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya