SOLOPOS.COM - Fadly, salah satu korban tindak kekerasan dalam aksi demo di Makassar, Kamis (2/5). (Harian Jogja/JIBI/Istimewa)

Fadly, salah satu korban tindak kekerasan dalam aksi demo di Makassar, Kamis (2/5). (Harian Jogja/JIBI/Istimewa)

JOGJA—Kapolri diminta menindak tegas anggotanya yang melakukan tindak kekerasan terhadap massa aksi di depan Hotel Swissbell Inn Panakukang, Makassar, Kamis (2/5/2013). Aksi mahasiswa memeringati hari pendidikan nasional itu semestinya mendapat pengamanan dari aparat kepolisian, bukan malah dilawan dengan kekerasan

Promosi Jelang Lebaran, BRI Imbau Nasabah Tetap Waspada Modus Penipuan Online

Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) dalam rilinya yang diterima Harian Jogja, Jumat (3/5/2013) menilai, penganiayaan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap beberapa mahasiswa yang melakukan aksi merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun. Seharusnya pihak kepolisian tidak mudah terpancing dengan hal-hal yang justru bisa memperpuruk citra kepolisian di mata masyarakat.

Jika memang mahasiswa atau siapapun yang melakukan pelanggaran atau tindak pidana, mestinya di proses secara hukum bukan dianiaya. Tindak penganiayaan menunjukkan jika aparat kepolisian bak preman jalanan yang selalu mengedepankan kekerasan.

Bahkan berdasarkan data yang YLBHI dapatkan, aparat kepolisian dari Polantas justru yang memprovokasi aksi massa dengan melakukan penerobosan terhadap blockade massa aksi. Bahkan penerobosan juga dilakukan bersamaan dengan para preman bayaran, hal ini menunjukkan memang kepolisian lebih cenderung menggunakan jasa preman dari pada mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Maka atas hal tersebut, YLBHI meminta kepada Kapolri untuk melakukan pengusutan dan melakukan penyidikan secara mendalam terhadap kejadian penganiayaan mahasiswa tersebut. Serta memperbanyak bimbingan mental terhadap anggota kepolisian, sehingga watak-watak premanisme dalam diri kepolisian bisa diminimalisir dalam menghadapi aksi massa.

Sehingga kejadian kekerasan-kekerasan seperti yang menimpa terhadap lima korban massa aksi dari pihak mahasiswa ke depan tidak terjadi lagi. Lebih-lebih satu dari 5 lima mahasiswa kondisinya sangat memprihatinkan dengan kondisi babak belur seluruh badan, bahkan berbicara dan makan juga tidak bisa serta robek di bagian pelipis mata dan kepala.

Selain itu, pihak kepolisian juga harus melepaskan dari massa aksi yang diamankan oleh pihak kepolisian. Karena yang dilakukan mahasiswa merupakan menyampaikan pendapat di muka umum yang mana hal itu merupakan bagian dari kebebasan yang dijamin oleh undang-undang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya