SOLOPOS.COM - Salah satu karya akademisi Universitas Sebelas Maret, Sigit Purnomo Adi, yang terbuat dari bahan bekas berupa korek gas dan plastik, di gedung Pascasarjana ISI Solo, Selasa (28/2/2023). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO—Seniman sekaligus akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sigit Purnomo Adi, memamerkan 40-an karya seni grafis dan tiga dimensi yang terbuat dari bahan rongsokan, di gedung Pascasarjana ISI Solo, Selasa (28/2/2023). Dia mengatakan salah satu misinya adalah mengedukasi masyarakat untuk mencintai lingkungan. 

Sigit menganggap barang bekas atau rongsokan selama ini dianggap sepele, dirinya mengajak masyarakat untuk memanfaatkan rongsokan menjadi karya seni murni dan terapan. Baginya seni grafis bisa menjadi media untuk mengajak mencintai lingkungan.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

“Seni itu kan bisa digunakan untuk mengedukasi, jadi tidak hanya untuk jualan ya. Malah lewat seni juga bisa untuk menyelamatkan lingkungan,” kata dia selesai melaksanakan ujian doktoral di ISI Solo, Selasa (28/2/2023).

Menurut dia, jumlah limbah bisa dikurangi dan diubah menjadi karya seni. Terlebih hal ini secara lebih luas bisa menyelamatkan lingkungan. Cara edukasi agar masyarakat mencintai lingkungan seperti ini, menunya, terbilang efektif.

“Sangat efektif karena, misal ketika anak-anak kecil sudah dikenalkan kalau menggambar itu jangan pakai kertas baru, tapi pakai plastik isolasi. Akhirnya kan mengurangi limbah sampah dan limbah pembakaran. Nah itu ternyata barang-barang [daur ulang sampah jadi produk seni] malah menguntungkan secara ekonomi,” kata dia.

Alasan Sigit menggunakan barang-barang rongsok untuk membuat karya seni cukup sederhana. Dia ingin menyadarkan masyarakat bahwa barang bekas jika diolah dengan baik bisa memiliki nilai guna.

“Rosok itu di dunia seni grafis belum pernah dieksplor. Sebenarnya rosok itu termasuk bahan yang sepele, tapi ternyata kalau diolah bisa luar biasa. Jadi saya sangat tertarik dengan bidang rosok,” kata dia,

Dia memulai mengeksplorasi media rosok dan digunakan untuk memproduksi karya seni lantaran terinspirasi dari tetangga rumahnya. “Kok dibuat menarik, kok menghasilkan uang, akhirnya saya buat disertasi sekalian. Kalau [disertasi] bidang seni grafis memang belum ada,” tutur dia.

Tidak hanya berupa disertasi, dia kemudian membuat karya seni grafis murni dari bahan bekas seperti sandal jepit, tripleks bekas, plastik, hingga kayu bekas.

“Itu juga sebenarnya tidak hanya bisa jadi karya seni, tapi juga bisa jadi karya terapan seperti suvenir. Hanya punya saya ini karya seni murni untuk ekspresi,” kata dia.

Sigit bercerita pembuatan satu karya bisa memakan waktu satu pekan hingga berbulan-bulan. Ini tergantung dari tingkat kerumitan.  “Yang paling lama itu lima bulan, saking rumitnya,” ujar dia.

Sigit mengaku sedang mengusung konsep eco-art. Dia kepengin melalui karya seninya tidak hanya bernilai estetik, namun juga bisa menyelamatkan lingkungan. Terlebih dunia sedang mengalami krisis lingkungan

“Saran dari saya sebagai seniman dan akademisi yang penting barang-barang yang kita anggap sepele jangan kita sepelekan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya