SOLOPOS.COM - Rapat mediasi Ahok dan DPRD yang berakhir ricuh (Istimewa/Youtube)

Ahok vs DPRD DKI Jakarta masih memanas.

Solopos.com, JAKARTA — Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia mendorong agar DPRD Provinsi DKI Jakarta tetap konsisten atas temuan panitia hak angket dan tidak hanya dijadikan sekedar alat mengertak saja.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Konsistensi tersebut perlu dilakukan setelah panitia hak angket DPRD DKI Jakarta menemukan dugaan pelanggaran undang-undang yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam kasus itu, dokumen RAPBD Tahun Anggaran 2015 yang dikirim ke Kemendagri disebut bukan hasil pembahasan di DPRD.

“Publik memang harus melakukan pengawasan ekstra terhadap gerak-gerak anggota DPRD. Apalagi jeda waktu yang lama akan terbuka lebar untuk masuk angin,” ujar Syamsuddin Alimsyah, Direktur KOPEL Indonesia, seperti siaran pers yang diterima Bisnis/JIBI, Sabtu (4/4/2015).

Lebih jauh, Syam membeberkan beberapa indikasi dugaan melemahnya hak angket. Selain rapat-rapat tertutup, juga materi rapat yang memang dari awal tidak menghadirkan sebagai pihak yang tertuduh utama.

Bahkan seandainya serius, DPRD DKI Jakarta harus melakukan rapat maraton dan terbuka mengundang semua pihak yang terlibat atau setidaknya tahu masalah yang dipersoalkan. Kemendagri, lanjutnya, seharusnya diundang dalam rapat hak angket untuk menjelaskan kronologis evaluasi atas dokumen yang dianggap palsu.

“Kalau hak angket ini nanti mandek atau terhenti, maka kepercayaan publik kepada DPRD semakin buruk dan semakin meyakinkan bahwa DPRD bekerja selama ini tidak pernah serius melainkan hanya motif tertentu yang senang mengertak,” tegasnya.

Syam mengingatkan bahwa pengggunaan hak angket adalah untuk mengusut masalah etika dan norma gubernur. Hal itu sekaligus membuka tabir apakah dokumen itu palsu atau tidak dan di paripurna itu akan terungkap. Hak angket diatur dalam konstitusi sebagi fungsi DPRD dalam menjalankan pengawasan.

“Tetapi satu hal yang perlu diingat bahwa angket tidak boleh diobral hanya karena motif mengertak, jika itu yang terjadi maka akan menganggu kewibaan lembaga DPRD dan kepercayaan publik akan semakin terpuruk,” tutup Syam.

Selain itu, lanjutnya banyaknya aktor yang terlibat dalam kisruh ini juga semakin memperburuk konflik di dua institusi tersebut. Salah satunya adalah saat Wapres Jusuf Kalla yang berencana mempertemukan Gubernur dan DPRD.

“Masalah ini bukanlah konflik personal, tetapi merupakan konflik didua institusi tersebut. Hak angket telah diatur dalam konstitusi,” tuturnya. Menurutnya semua pihak perlu menghargai itu, dan sebaliknya pihak-pihak lain tidak perlu menintervensi karena akan tambah memperburuk keadaan.

Syam mengatakan harusnya pihak-pihak tersebut memberikan keleluasaan kepada DPRD dalam melakukan penyilidikan. Begitu pula dengan gubernur agar diberi kesempatan untuk mempersiapkan dokumen-dokumen untuk membuktikan bahwa itu bukan dokumen palsu.

“Dari awal sebaiknya seluruh rangkaian penyilidikan yang dilakukan DPRD melalui paniti angket selama ini digelar terbuka untuk publik untuk menghindari kemungkinan deal-deal yang terjadi,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya