SOLOPOS.COM - Basuki Tjahaja Purnama. Jakarta, Indonesia, Senin (17/4/2017). (JIBI/Reuters/Beawiharta)

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akhirnya divonis 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim perkara penodaan agama.

Solopos.com, JAKARTA – Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan putusan pidana penjara dua tahun kepada Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus penodaan agama. Vonis ini dibacakan hari ini, Selasa (9/5/2017), di ruang sidang di auditorium Kementan, Jl RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

Dalam putusannya, Hakim menilai Ahok sengaja menyampaikan tentang surat Al-Maidah ayat 51 saat berpidato di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. Unsur dengan sengaja itu dibuktikan melalui pertimbangan yang disampaikan majelis hakim.

Hakim menilai unsur dengan sengaja dalam pidato Ahok itu telah terpenuhi. “Disampaikan di tengah kunjungan kerja, kepada warga masyarakat Kepulauan Seribu, dalam hal ini tentu adalah memang dikehendaki dan diketahui, dalam menyampaikan adalah dilakukan dengan sengaja,” ucap majelis hakim.

Dalam putusan, Hakim mengatakan hal yang memberatkan vonis adalah lantaran Ahok terdakwa tidak merasa bersalah. Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa sopan, dan kooperatif. Karena alasan meringankan ini pula, Ahok tidak ditahan selama menjadi tersangka hingga terdakwa.

Sebelum membacakan putusan, Majelis hakim membacakan fakta-fakta hukum atas dakwaan penodaan agama yang diduga dilakukan Ahok. Hakim mengurai riwayat pernyataan hingga sepak terjang politik Ahok terkait dengan penyebutan surat Al Maidah 51.

Majelis hakim juga memaparkan Pilkada Bangka Belitung yang diikuti Ahok pada tahun 2007. Pada masa kampanye saat itu menurut hakim terdapat banyak anjuran terkait Al Maidah 51 berupa surat maupun tulisan.

Hakim juga mengurai saat Ahok kemudian membuat buku berjudul “Merubah Indonesia” pada tanggal 18 Agustus 2008. Di situ Ahok menuliskan karir politik dan surat Al Maidah yang menurut Ahok disalahgunakan elite politik

Hakim lantas memaparkan kunjungan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Saat itu, Ahok menyebut surat Al Maidah ayat 51 dalam sambutan kepada warga.

Bukan hanya itu, majelis hakim juga menyinggung perkataan Ahok terkait pembangunan masjid yang dilengkapi fasilitas wifi hingga surat Al Maidah pada saat berada di kantor DPP Nasdem pada 21 September 2016.

Tuntutan Jaksa

Dalam sidang sebelumnya, Kamis (20/4/2017), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ahok satu tahun penjara dengan masa percobaan selama dua tahun. Tuntutan ini dibacakan saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut).

“Perbuatan saudara secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur 156 KUHP, oleh karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana 1 tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun,” kata JPU Ali Mukartono di hadapan majelis hakim sebagaimana dikutip Solopos.com dari tayangan live streaming sidang di PN Jakut, Kamis (20/4/2017) siang WIB.

Saat membacakan tuntutan setebal 209 halaman itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan Ahok telah memenuhi 2 unsur. Ada pun unsur-unsur yang dipenuhi oleh Ahok adalah unsur barang siapa dan unsur di muka umum.

Jaksa mengatakan, perbuatan Ahok juga telah memenuhi unsur di muka umum. Alasannya karena pidato Ahok di Pulau Pramuka 27 September 2016 lalu disampaikan di tempat umum. “Kegiatan itu telah direkam dan diliput Diskominfo dan diunggah ke Youtube yang berdurasi 1 jam 40 menit dan dapat diakses secara luas,” ucapnya.

Ahok dianggap jaksa terbukti melakukan penodaan agama karena menyebut surat Al Maidah saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Penyebutan surat Al Maidah ini menurut jaksa dikaitkan Ahok dengan pilkada DKI Jakarta.

Kalimat Ahok yang dianggap menodai agama yakni “Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu nggak bisa pilih saya ya kan? dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu ya. Jadi kalau Bapak-Ibu perasaan nggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, enggak apa-apa” yang terus diulang-ulang dalam dokumen tuntutan yang dibacakan JPU.

Setelah pembacaan tuntutan ini, pihak Ahok mengajukan nota pembelaan (pledoi). Tim kuasa hukum dalam sidang lanjutan Selasa (25/4/2017) pagi membacakan pledoi setebal 634 halaman yang pada intinya meminta hakim membebaskan Ahok dari semua tuduhan.

Selain menyampaikan permintaan pembebasan Ahok dari segala tuntutan hukum, penasihat hukum juga meminta publik dan majelis hakim untuk melepaskan tuduhan kepada terdakwa. Alasannya, fakta-fakta dan tuduhan dalam persidangan tidak layak untuk disangkakan. Mereka juga meminta maaf jika ada pernyataan dalam sidang yang tidak berkenan di mata publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya