SOLOPOS.COM - Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kuat Ma'ruf, menyapa pengunjung saat sidang lanjutan kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023). Sidang bagi Ricky Rizal tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli memringankan terdakwa. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc)

Solopos.com, JAKARTA – Tim penasihat hukum Kuat Ma’ruf menghadirkan ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Muhammad Arif Setiawan, sebagai saksi meringankan untuk asisten rumah tangga Ferdy Sambo itu, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023).

Muhammad Arif berpendapat tidak semua orang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP) turut dalam melakukan tindak pidana karena belum tentu terdapat meeting of mind.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Tidak semua orang yang berada di dalam satu tempat ketika itu terjadi suatu kejahatan, itu berarti turut serta (melakukan kejahatan),” kata Arif dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Arif menjelaskan apabila seseorang tidak memiliki meeting of mind atau kesepakatan yang sama mengenai tindak pidana yang terjadi di TKP dengan pelaku maka sosok tersebut tidaklah turut serta dalam melakukan tindak pidana.

Akan tetapi, apabila seseorang bersepakat untuk mewujudkan suatu tindak pidana maka sosok tersebut menjadi pihak yang turut serta dalam melakukan tindak pidana.

“Kalau itu bentuknya turut serta, harus ada meeting of mind,” kata Arif seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Dalam kesempatan itu, Arif sempat menjelaskan sejumlah bentuk penyertaan dalam melakukan tindak pidana.

Bentuk pertama adalah seseorang yang dipidana sebagai pembuat, yaitu sosok yang melakukan perbuatan.

“Itu adalah mereka yang melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur delik yang didakwakan,” kata Arif.

Selanjutnya adalah bentuk penyertaan selaku sosok yang menyuruh melakukan.

Dalam hal ini terdapat dua pihak atau lebih yang terlibat dalam suatu tindak pidana, dengan salah satu pihak adalah pihak yang menyuruh dan pihak lainnya adalah pihak yang disuruh.

“Yang punya niat yang menyuruh. Yang menyuruh itulah yang bisa dimintai pertanggungjawaban,” ucap Arif.

Bentuk ketiga adalah sosok yang dipidana akibat turut serta. Kalau bentuk turut serta, jelas Arif, berarti dua pihak atau lebih memiliki kesepakatan bersama untuk mewujudkan suatu tindak pidana.

“Bentuk-bentuk penyertaan itu mempunyai konsekuensi masing-masing di dalam pembuktiannya,” kata Arif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya