SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Panitera Mahkamah Konstitusi (MK) Zainal Arifin Hoesein mengatakan, terdapat surat resmi dari Abu Jibril yang mencabut permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Kepaniteraan menerima surat dari M Iqbal Abdul Rahman (nama asli Abu Jibril) tertanggal 20 Januari 2010 yang isinya mencabut permohonan uji materi,” kata Zainal di Gedung MK di Jakarta, Rabu (20/1).

Promosi Kecerdasan Buatan Jadi Strategi BRI Humanisasi Layanan Perbankan Digital

Menurut dia, isi dalam surat tersebut tidak diterangkan tentang alasan pencabutan permohonan.

Namun, lanjut Zainal, sesuai dengan Pasal 35 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi Nomor 24 Tahun 2003, pemohon dapat menarik kembali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan.

Sedangkan dalam ayat (2) disebutkan, penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan permohonan tidak dapat diajukan kembali.

Zainal memaparkan, surat resmi permohonan tersebut diantarkan melalui kurir pada Rabu (20/1) sekitar pukul 11.20 WIB. Dalam surat tersebut juga terdapat pencabutan surat kuasa dari Abu Jibril kepada para kuasa hukumnya tertanggal 11 Januari 2010.

Untuk itu, ujar dia, bila kuasa hukum Abu Jibril masih bersikeras untuk meneruskan perkara itu, maka mereka harus membuktikan masih menjadi kuasa hukum Abu Jibril karena MK pada saat ini berpegang pada surat pencabutan permohonan tersebut.

Zainal juga menuturkan, untuk kelanjutan dari perkara uji materi UU No 15/2003 akan diputuskan dalam rapat permusyarawatan hakim (RPH).

Sebelumnya, Abu Jibril dan empat orang pemohon lain, yaitu Umar Abduh, Haris Rusly, John Helmi Mempi, dan Hartsa Mashirul HR, mengajukan uji materi UU No 15/2003.

Abu Jibril dalam sejumlah kesempatan mengemukakan, pemberlakuan UU Pemberantasan Terorisme telah melanggar hak azasi manusia dan diskriminatif terhadap mereka yang masih berstatus tersangka dalam kasus terorisme.

Salah satu contoh diskriminatif tersebut, menurut Abu Jibril, adalah penggunaan data intelijen sebagai bukti awal untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka kasus terorisme seperti yang terdapat dalam Pasal 26 ayat (1).

Abu Jibril juga menyayangkan perlakuan aparat kepolisian terhadap anaknya, Muhammad Jibril, yang hingga kini masih ditahan dan kasusnya masih belum masuk ke pengadilan.

ant/fid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya