SOLOPOS.COM - Kepala Disdik Solo Dian Rineta. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO—Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2023/2024 menyisakan beberapa catatan. Terutama masalah berulang seperti SD negeri sepi peminat. Setidaknya pada PPDB 2023 kali ini, terdapat tujuh SD negeri yang mendapatkan siswa kurang dari sepuluh orang. 

Tujuh SD negeri itu di antaranya yakni SDN Nayu Barat 1 (9 siswa), SDN Sumber V (6 siswa), SDN Carangan (5 siswa), SDN Pringgolayan (5 Siswa), SDN Yosodipuro (5 Siswa), SDN Bumi 1 (3 siswa), dan SDN Tumenggungan (1 Siswa).

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

Dari hasil evaluasi, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Solo mengindikasikan ada tiga faktor utama pemicu minimnya peminat di SD negeri.

Pertama, SD negeri berada di wilayah perkantoran dan minim penduduk. Zonasi membuat SD mau tidak mau hanya menerima siswa dari zona yang sudah ditentukan dinas. Otomatis bagi sekolah yang berada di tengah perkotaan dan dikepung perkantoran, peluang untuk mendapat siswa lebih sedikit

Kepala Disdik Kota Solo, Dian Rineta, menjelaskan kondisi geografis seperti ini dialami beberapa SD negeri seperti SDN Tumanggungan, SDN Bumi 1, SDN Yosodipuro, hingga SDN Pringgolayan.

Khusus SDN Tumenggungan menjadi sekolah yang hanya mendapatkan satu siswa. Ini mengulang kembali SDN Sriwedari yang juga hanya mendapatkan satu siswa pada PPDB 2022 lalu. 

Dian menyebut SD negeri tersebut dulunya juga merupakan penggabungan. Menurut dia, hal ini menunjukan kondisi geografis Kota Solo di bagian tengah sudah banyak berubah. Dia berkesimpulan masyarakat muda produktif yang dulunya menempati bagian tengah kini sudah sangat jarang.

“Rata-rata di sekolah-sekolah itu memang kondisinya sama, banyak perkampungan yang sudah menjadi pertokoan, kafe, hotel, bahkan universitas seperti di kampus kedokteran gigi UMS Solo itu,” kata kepada Solopos.com, Jumat (21/7/2023).

Meski begitu, dia tetap memastikan anak di sekitar cakupan zonasi sekolah-sekolah di atas semuanya sudah mendapatkan sekolah. Menurut dia, penting bagi pemerintah untuk menjamin hak pendidikan anak.

Kedua, sekolah berdekatan dengan SD negeri lain. Beberapa SD negeri memang banyak yang terpusat di satu daerah zonasi yang sama. Seperti SDN Nayu Barat 1 Solo pada PPDB 2023 hanya mendapatkan sembilan siswa. Sekolah tersebut berdekatan dengan SDN Nayu Barat 2, SDN Rejosari, SDN Cengklik, dan SDN Gambirsari.

“Zonasinya hampir sama dengan SDN Cengklik, SDN Cemara 2, dan SDN Rejosari, itu SD besar semua, dan masing-masing kalau tidak salah hampir membuka empat kelas, maka mayoritas yang larinya ke sana,” kata kepala SDN Nayu Barat 1, Inawangsih, Senin (10/7/2023).

Ketiga, sekolah berdekatan dengan SD swasta berbasis keagamaan. SDN negeri harus bersaing dengan sekolah-sekolah swasta yang mengkolaborasikan kurikulum mereka dengan basis keagamaan. Tren kemunculan sekolah-sekolah berbasis agama Islam akhir-akhir ini menjadi penanda penting, bahwa memang SD swasta sedang diminati.

Keadaan ini dialami oleh SDN Carangan di Baluwarti, Pasar Kliwon Solo. Kepala SDN Carangan, Martono menyebut ada keharusan untuk bersaing dengan swasta. Dia mengatakan sekolah yang dia pimpin itu saat ini dikepung oleh sekolah-sekolah swasta. 

“Sedangkan di lingkungan kita ini swastanya empat sekolah. Kita kalah dengan swasta dari sumber dayanya dan sarana prasarana. Kita mau bersaing apa kalau modalnya hanya buku paket,” kata dia, Jumat (7/7/2023).

Dian Rineta mengakui untuk ukuran SD negeri yang terkepung sekolah-sekolah swasta harus mempunyai usaha yang lebih untuk mendapatkan siswa. Menurut dia, mau tidak mau SD negeri yang berdekatan dengan sekolah swasta harus  berinovasi.

“Selain itu, seorang guru atau kepala sekolah harus punya kompetensi sosial. Jadi harus turun ke lapangan [untuk sosialisasi]. Kalau tidak masyarakat tidak akan tahu,” kata dia.

Dian menyebut minat terhadap sekolah swasta keagamaan tidak lepas dari kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai keagamaan yang semakin tinggi. 

Kegandrungan orang tua yang menginginkan anaknya taat agama menjadikan sekolah yang menawarkan kurikulum berbasis agama kian diminati.

“Perilaku masyarakat itu pemahaman agamanya meningkat, jadi basis keagamaan untuk anak-anak khususnya SD, bisanya mereka mempercayakan berbasis agama, baru nanti SMP dan SMA ngejar yang negeri,” kata dia.

Bahkan, berdasar hasil analisisnya, tidak hanya keluarga menengah ke atas, tren menyekolahkan anak ke SD swasta berbasis agama juga diikuti oleh keluarga kelas menengah ke bawah.  “Artinya kesadaran masyarakat [tentang agama] meningkat,” kata dia.

Meski begitu, tetap mendorong kolaborasi antara sekolah negeri dan swasta. Terlebih menurunnya sekolah negeri tidak semua bisa menampung anak di Solo, utamanya pada jenjang SMP dan SMA.

Pihaknya sudah menyiapkan langkah yang perlu diambil untuk sekolah-sekolah negeri sepi peminat. Dian menyebut sedang mengkaji dan mepertimbangkan untuk digabung. Namun, masih harus menghitung terlebih dahulu seberan SD negeri dan anak di Solo.

“Karena ini soal sekolah ya, tidak cepat memindahkan atau menggabung SD, tidak seperti toko. Kita mempertimbangkan detail terkecil, sampai arah datangnya anak ke sekolah itu dari mana kita pertimbangkan. Karena itu kan berkaitan dengan keselamatan anak,” kata dia.

Menurut dia, melakukan relokasi, penggabungan, ataupun pembangunan sekolah harus berorientasi jangka panjang sampai sepuluh tahun ke depan. Sekolah-sekolah yang sepi tersebut masih dilihat perkembangan ke depan.



“Kalau memang perkembangannya kurang nanti kita gabung, nah di tempat yang kita gabung itu nanti dibangun gedung baru,” lanjut dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya