SOLOPOS.COM - Tersangka kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (8/12/2023). (Antara/Asprilla Dwi Adha)

Solopos.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat pejabat direktur jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) soal perintah untuk mengumpulkan uang oleh mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

“Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain terkait dugaan adanya perintah disertai arahan dari tersangka SYL melalui beberapa orang kepercayaan untuk mengumpulkan sejumlah uang di berbagai unit kerja yang ada di Kementan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikir saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (17/1/2024), sebagaimana dilansir Antara. 

Promosi 796.000 Agen BRILink Siap Layani Kebutuhan Perbankan Nasabah saat Libur Lebaran

Ali menerangkan empat pejabat direktur jenderal tersebut yakni Dirjen Tanaman Pangan Kementan, Suwandi; Dirjen Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto; Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Ali Jamil Harahap; dan Dirjen Perkebunan Kementan, Andi Nur Alam Syah.

Selain itu penyidik KPK juga turut memeriksa Sespri Sekretaris Jenderal Kementan, Merdian Tri Hadi, dan Asisten Pribadi Menteri Pertanian, Ubaidah Nabhan, terkait perkara yang sama.

Meskipun demikian Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut soal apa saja temuan penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut.

Pada Jumat (13/10/2023), KPK resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta (MH), dalam kasus dugaan korupsi di Kementan. Kedua tersangka menyusul Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono (KS), yang telah lebih dulu ditahan pada Rabu (11/10/2023).

Perkara dugaan korupsi di Kementan bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019 sampai 2024. Dengan jabatannya tersebut, SYL kemudian membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.

Kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023.

SYL menginstruksikan dengan menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono (KS), dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta (MH), melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II. Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

Atas arahan SYL, tersangka KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan hingga sekretaris masing-masing eselon I, dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL kisaran mulai US$4.000 sampai US$10.000.

KPK pun menyebut terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap para ASN di Kementan, seperti dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga mendisfungsionalkan status jabatannya.

Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu dilakukan rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

Penggunaan uang oleh SYL, kata KPK, juga diketahui oleh KS dan MH, di antaranya untuk kepentingan pribadi SYL, seperti pembayaran cicilan kartu kredit, kredit mobil Alphard, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, pengobatan dan perawatan wajah keluarganya senilai miliaran rupiah.

Selain itu, Alex menjabarkan bahwa penyidik menemukan ada aliran dana dari SYL ke Partai NasDem. Komisi antirasuah juga mendapati adanya penggunaan uang lain oleh SYL bersama KS dan MH untuk ibadah umrah.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Khusus tersangka SYL juga disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya