SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Foto: Dokumentasi)

Ilustrasi (Foto: Dokumentasi)

SEMARANG-Jumlah aliran kepercayaan di Jateng tercatat 336 aliran yang tersebar di sejumlah daerah. Hal ini terungkap dalam rapat koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejakti) Jateng, di Jl Pahlawan, Kota Semarang, Kamis (27/9/2012).

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

“Dari pendataan jumlah aliran kepecayaan yang masih ada di masyarakat Jateng tercatat sebanyak 336 aliran,” ujar Ketua Pakem Jateng, Heffinur.

Jumlah ini, lanjut dia, mengalami penurunan karena semula di Jateng tercatat ada sebanyak 396 aliaran kepercayaan, sehingga ada 60 aliran musnah.

Musnahnya aliran kepercayaan ini, antara lain karena tak adanya generasi penerusnya, setelah para pendirinya meninggal dunia, sikap penolakan masyarakat dan pembatasan dari pemerintah. “Kebanyakan rata-rata musnah karena tak ada generasi penerus,” katanya.

Berdasarkan data Pakem Jateng, 60 aliran kepercayaan yang musnah itu tercatat di Semarang tujuh aliran, Kudus tiga aliran, Blora lima aliran, Brebes tiga aliran, Slawi enam aliran.Di Solo empat aliran, Klaten 11 aliran, Wonogiri lima aliran, Purworejo delapan aliran, Wonosobo enam aliran, dan Mungkid dua aliran.

Lebih lanjut Heffinur, menyatakan Pakem senantiasa melakukan pengawasan terhadap aliran kepercayaan yang masih hidup di Jateng. Pengawasan dilakukan dengan koordinasi anggota Pakem lain yakni kejaksaan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata, dan Kepolisian.

“Kami terus melakukan pengawasan terhadap aliran kepercayaan yang ada guna menghindari adanya konflik sosial di masyarakat,” ujarnya.

Heffinur yang juga Asisten Inteljen Kejakti Jateng, menambahkan Heffinur ada 10 pedoman mendeteksi aliran kepercayaan itu sesat atau tidak. Misalnya mengingkari salah satu rukun iman yang enam, meyakini atau mengikuti akidah yang tak sesuai dengan Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW, meyakini turunnya wahyu setelah Alquran, mengingkari kebenaran Alquran dan lain-lain.

“Bila ada yang menyimpang dari 10 pedoman ini berarti sesat,” tandasnya. Terpisah Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (Elsa) Semarang, Tedi Kholiluddin, menyatakan ada dua aspek penyebab musnahnya aliran kepercayaan. Pertama, aspek internal karena proses regenerasi yang tidak berjalan, serta aspek eksternal yakni dari pemerintah dan masyarakat.

”Untuk itu kami meminta agar Pakem berhati-hati dalam memberikan label sesat atau tidak terhadap kelompok aliran kepercayaan,” kata dia. Sebab, imbuh dia, adanya label sesat kadang menjadi justrifikasi bagi kelompok lain melakukan tindak kekerasan atau pemusnahan aliran tersebut.
”Semestinya pemerintahn juga melindungi aliran kepercayaan yang ada.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya