SOLOPOS.COM - Sejumlah imigran etnis Rohingya beristirahat di Pantai Kuala Parek, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Kamis (1/2/2024). (Antara/Humaira)

Solopos.com, ACEH — Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Besar menyatakan tiga warga negara asing (WNA), seorang dari Bangladesh dan dua dari Myanmar, didakwa menyelundupkan 134 imigran Rohingya ke Provinsi Aceh.

Dakwaan terhadap ketiga warga negara asing tersebut dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Muhammad Riza, dan kawan-kawan dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar di Pengadilan Negeri Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Rabu (6/3/2024).

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Ketiga terdakwa yakni Anisul Hoque, warga negara Bangladesh, serta Habibul Basyar dan Mohammed Amin, keduanya asal Myanmar dari etnis Rohingya.

Ketiga WNA tersebut hadir dalam persidangan tanpa didampingi penasihat hukum, kecuali didampingi penerjemah.

JPU dalam dakwaannya menyatakan para terdakwa menyelundupkan 134 imigran Rohingya ke wilayah Indonesia melalui pesisir Pantai Blang Ulam, Kabupaten Aceh Besar pada 10 Desember 2023.

Ketiga terdakwa memasukkan imigran etnis Rohingya tersebut tanpa dilengkapi dokumen keimigrasian serta tidak melewati pintu pemeriksaan imigrasi yang sah.

“Terdakwa Mohammed Amin didakwa melanggar Pasal 119 Ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan terdakwa Anisul Hoque dan Habibul Basyar melanggar Pasal 120 Ayat (1) UU RI Nomor 6 Tahun 2011 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” kata JPU sebagaimana dilansir Antara.

Seusai pembacaan dakwaan, majelis hakim diketuai Fadhil didampingi hakim anggota Jon Mahmud dan Keumala Sari, memerintahkan JPU menghadirkan saksi-saksi.

JPU menghadirkan lima orang saksi dari kalangan imigran Rohingya. Namun, seorang saksi perempuan ditolak majelis hakim untuk memberikan keterangan karena masih di bawah umur.

Empat saksi yang memberikan keterangan terhadap tiga terdakwa tersebut yakni Sahidul Islam, Muhammad Syah Alam, Hazimullah, dan Nurul Islam.

Para saksi menyebutkan mereka memberikan uang berkisar 100.000 hingga 200.000 taka (mata uang Bangladesh) kepada terdakwa sebagai ongkos naik kapal sampai ke Indonesia.

“Kapal motor tujuannya ke Indonesia. Keberangkatan kami tanpa dokumen keimigrasian. Kami hanya membawa kartu identitas pengungsi dari UNHCR. Kami naik kapal karena ingin meninggalkan tempat pengungsian yang saat ini kacau dan tidak aman. Kami pergi ke negara lain untuk mencari penghidupan lebih baik,” kata Muhammad Syah Alam.

Sementara itu, Sahidul Islam mengaku sebagai pengungsi diberi uang 700 taka per bulan oleh UNHCR serta pekerjaan. Namun, di tempat pengungsian tidak aman dan nyaman karena banyak orang jahat, sehingga dirinya meninggalkan tempat tersebut.

“Selain itu, kami meninggalkan tempat pengungsian karena tidak mendapatkan kewarganegaraan dari Bangladesh. Saya meninggalkan tempat pengungsian tanpa izin dari UNHCR. Kami pergi ingin mendapatkan kewarganegaraan. Kami pilih Indonesia karena penduduknya Islam,” kata Muhammad Sahidul.

Atas keterangan saksi-saksi, para terdakwa mengaku tidak berkeberatan. Mereka menyatakan apa yang disampaikan sesuai dengan apa yang terjadi, termasuk menerima sejumlah uang dari para saksi.

Sidang dilanjutkan pada Jumat (8/3/2024) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya