SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Solopos/Antara)

Maxpower membantah telah melakukan suap terhadap pejabat Indonesia.

Solopos.com, JAKARTA — Tiga pemegang saham Maxpower angkat bicara soal polemik dugan suap kepada salah satu pejabat di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mereka menampik dugaan tersebut dan menyebutkan hal itu sama sekali tidak benar.

Promosi Kisah Inspiratif Ibru, Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik

Melalui penasihat hukumnya Ahmad Raja Siregar, tiga pemegang saham yakni Sebastiaan Pierre Suren, Willibald Golschmidt, dan Arno Hendriks membantahnya. Menurut mereka, kasus itu muncul karena ada pihak yang sengaja memanfaatkan konflik internal di lingkungan perusahaan yang bergerak di energi kelistrikan tersebut.

“Setelah kami konfirmasi, tidak pernah ada kepentingan dengan pejabat apapun itu. Tidak ada penyuapan yang dilakukan oleh klien kami,” kata Raja dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (10/10/2016).

Dia tak menampik jika perusahaan tersebut ada indikasi terjadi permasalahan internal. Hanya saja dia menyanggah, jika tiga orang kliennya tersebut bermasalah dan tidak lagi menjabat sebagai direktur ataupun komisaris di Maxpower. Menurutnya, surat pemberitahuan soal pemberhentian mereka tidak pernah diterima.

“Kami belum menerima surat pemberhentian, kalaupun ada pemberhentian atau pengangkatan direksi dan komisaris baru, harusnya melalui mekanisme rapat pemegang saham. Sampai sekarang belum ada hal itu,” imbuhnya. Baca juga: Maxpower Diduga Suap Pejabat Indonesia, KPK Temui FBI.

Mereka justru kaget dengan pengangkatan Erry Riyana Hardjapamengkas dan Endriartono Sutarto sebagai komisaris oleh Standard Chartered. Menurutnya, pengangkatan tersebut belum melalui mekanisme rapat pemegang saham meski perusahaan perbankan asal Inggris itu memiliki saham mayoritas di Maxpower.

“Mereka pemegang saham, klien kami juga memiliki saham senilai 30% di perusahaan tersebut. Itu cukup besar sehingga tidak bisa dianggap kecil,” jelasnya.

Meski mengaku kaget dengan pengangkatan dua orang tersebut, dia berharap supaya penyelesaian konflik internal tersebut bisa segera dilakukan, namun tidak diumbar ke publik. Dia justru berharap, karena awalnya merupakan konflik internal, penyelesaiannya juga harus melalui mekanisme internal yang berlaku di perusahaan tersebut.

Dia juga memastikan, kalaupun nanti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginginkan keterangan dari ketiga orang tersebut, pihaknya bakal mematuhi dan memastikan ketiga kliennya akan mematuhi setiap proses hukum yang sedang berlangsung. Hanya saja, dia tetap berkukuh, kliennya sama sekali tidak melakukan penyuapan.

Terkait konflik internal tersebut, Komisaris Maxpower Indonesia Erry Riyana tak menjawab sambungan telepon Bisnis/JIBI. Namun, dalam keterangan tertulis yang diterima beberapa waktu lalu, Erry mengatakan dia dan Endriartono Sutarto ditunjuk oleh Standard Chartered sebagai komisaris sejak Desember 2015.

Dalam keterangan tersebut juga ditulisakan bahwa penunjukkan mereka adalah untuk mendorong pemeriksaan terhadap penyimpangan yang ditemukan dan tata kelola perusahaan yang baik. Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan sedang menelisik dugaan suap yang dilakukan oleh perusahaan pembangkit listrik Maxpower kepada pejabat Indonesia. Suap itu diduga untuk memuluskan investasi dari Maxpower.

Selain diselidiki oleh KPK, perusahaan yang bergerak di bidang energi dan sudah mengerjakan beberapa proyek terkait listrik di Indonesia itu juga tengah disidik oleh Departemen Kehakiman AS. Berdasarkan pemeriksaan audit internal di Maxpower tahun lalu, sekitar US$ 750.000 beredar secara tunai sejak 2014 dan awal 2015. KPK bahkan melakukan koordinasi dengan FBI untuk mengumpulkan data.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya