News
Sabtu, 31 Maret 2012 - 12:15 WIB

YUSRIL IHZA MAHENDRA: UU APBN-P Potensial Dibatalkan Mahkamah Konstitusi

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Prof Yusril Ihza Mahendra, SH (JIBI/SOLOPOS/dok)

Prof Yusril Ihza Mahendra, SH (JIBI/SOLOPOS/dok)

JAKARTA- Pakar hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra, SH, menegaskan, norma pasal 7 ayat 6A Undang Undang APBN-Perubahan 2012 potensial dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Advertisement

“Karena, selain mengabaikan kedaulatan rakyat dalam menetapkan APBN, juga mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan, sehingga potensial dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK),” ujar Yusril dalam perbincangan dengan wartawan di grup ‘Blackberry’, Sabtu (31/3/2012).

Dalam perbincangan itu, ia juga mengemukakan, pihaknya tengah mempersiapkan ‘draft uji formil dan materil Pasal 7 ayat 6A UU APBNP 2012 ke MK.

“Saya sudah telaah, bahwa pasal 7 ayat 6A menabrak pasal 33 UUD 1945 seperti yang telah ditafsirkan Mahkamah Konstitusi (MK),” Dikatakannya, saat ini pihaknya telah mempersiapkan naskah uji materi pasal yang baru saja diputuskan DPR RI melalui voting dalam rapat paripurna, Sabtu (31/3) dinihari.

Advertisement

Namun, Yusril yang juga mantan Menkum-HAM itu menambahkan, uji materi ke MK itu belum bisa didaftarkan pada Senin (2/4), karena masih harus menunggu perubahan UU APBN 2012 tersebut disahkan dan diundangkan lebih dulu oleh presiden.

“Pengujian tidak hanya materil, karena bertentangan dengan pasal 33 dan pasal 28D ayat 1 UUD 1945, tapi juga formil karena menabrak syarat-syarat formil pembentukan UU sebagaimana diatur dalam UU No 12/2011,” tegas Yusril.

Yusril berulang menyatakan, norma pasal 7 ayat 6A selain mengabaikan kedaulatan rakyat dalam menetapkan APBN, juga mengacuhkan asas kepastian hukum dan keadilan, sehingga potensial dibatalkan MK.

Advertisement

Disebutnya, adanya tambahan pasal 7 ayat 6A yang berbunyi “dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai 15 persen pemerintah boleh menaikkan harga BBM enam bulan ke depan”, bermakna harga BBM diserahkan pada mekanisme pasar.

Padahal, berdasarkan keputusan MK terhadap pasal 28 Undang-Undang (UU) Migas, harga BBM tidak boleh diserahkan pada mekanisme pasar. Dengan demikian, adanya opsi pasal 7 ayat 6A tersebut telah membuat DPR dianggap melanggar konstitusi UUD 1945.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif