News
Sabtu, 11 Desember 2010 - 11:48 WIB

YLKI: Opsi pembatasan BBM berisiko tinggi

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Yayasan Lembaga Konsumen Indonesai (YLKI) menilai opsi-opsi yang sempat diwacanakan oleh pemerintah untuk membatasi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sangat tidak lazim. Selain itu, rencana pembatasan ini berisiko tinggi.

“Opsi ini tidak lazim, karena penggunaan pembatasan bbm bersubsidi menimbulkan resiko tinggi, baik itu secara sosial, ekonomi, dan transportasi,” kata Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (11/12).

Advertisement

Menurutnya, sebaiknya pemerintah tidak melakukan pembatasan dengan opsi mana yang layak mana yang tidak, namun dilakukan melalui penetapan harga. Salah satunya adalah menaikkan harga BBM subsidi sehingga mengurangi nilai subsidi di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Kalau menaikkan harga BBM Subsidi akan lebih baik ketimbang melaksanakan opsi-opsi tidak lazim tersebut,” kata Tulus.

Ia mengatakan, dengan menaikkan harga BBM Subsidi dengan kisaran Rp 200-Rp 300 akan dapat dilihat titik selisih subsidi yang dapat ditekan pemerintah nantinya. Dikhawatirkan, opsi pembatasan BBM Subsidi ini ada hubungannya dengan kepentingan dari pihak luar, yaiti kepentingan neolib (neo liberal) yang dilegalisasi oleh pemerintah melalui uu migas.

Advertisement

“Nanti itu akan menjadi tugas DPR untuk mengganti UU Migas,” ujar Tulus.

Menurut Tulus, yang menjadi titik kesalahan awal adalah karena adanya UU Migas yang begitu liberal. “Salah satu yang disebutkan dari UU Migas menyebutkan bahwa harga BBM mengikuti mekanisme pasar. Tapi pemerintah tidak salah karena basisnya adalah UU migas, harusnya DPR yang ubah itu,” ujar Tulus.

dtc/rif

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif