Solopos.com, JOGJA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menganggap pengajuan gugatan Undang-Undang (UU) No 13/2012 tentang Keistimewaan DIY oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Felix Juanardo Winata ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai hal yang wajar.
"Ya enggak apa-apa. Tidak apa-apa, ya wajar saja. Dasarnya apa nanti kan alasannya sendiri ada," kata Sultan Hamengku Buwono X di Kantor Kepatihan, Jogja, Rabu (20/11/2019).
Mengenai gugatan itu, Sultan yang juga Raja Keraton Yogyakarta mengaku belum tahu apakah Pemprov DIY akan menyiapkan upaya hukum atau tidak. "Ya belum tahu. Kita belum tahu. Tidak ada yang menghubungi," kata Sultan.
Sebelumnya, mahasiswa Fakultas Hukum UGM Felix Juanardo Winata mengajukan permohonan pengujian Pasal 7 ayat (2) Huruf d Undang-Undang (UU) No 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mengatur kepemilikan tanah ke MK.
Sebelumnya, mahasiswa Fakultas Hukum UGM Felix Juanardo Winata mengajukan permohonan pengujian Pasal 7 ayat (2) Huruf d Undang-Undang (UU) No 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mengatur kepemilikan tanah ke MK.
Menurut Felix, pemberlakuan pasal tersebut telah menyebabkan WNI berketurunan Tionghoa tidak mungkin untuk menguasai suatu hak atas tanah dengan status hak milik di wilayah DIY.
Dukung Gugatan Terhadap UU Keistimewaan DIY, Netizen Ini Malah Dikecam
Menurut dia, pemberlakuan [asal tersebut telah menyebabkan WNI berketurunan Tionghoa tidak dimungkinkan untuk menguasai suatu hak atas tanah dengan status hak milik di wilayah DIY.
"Karena Pasal a quo telah melegitimasi Instruksi Wakil Kepala Daerah DIY nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah seorang WNI non pribumi," katanya.
Keturunan China Tak Boleh Punya Tanah, Mahasiswa UGM Gugat Keistimewaan Jogja
Instruksi 1975, Instruksi Wagub DIY 1975, atau Instruksi 898/1975, adalah sebuah surat instruksi yang dibuat oleh Paku Alam VIII yang memerintahkan agar tidak memberikan milik tanah kepada warga negara non-pribumi meliputi "Europeanen" (Eropa/kulit putih); "Vreemde Oosterlingen" (Timur Asing) yang meliputi orang Tionghoa, Arab, India maupun non-Eropa lain di DIY; dan hanya boleh diberikan hak guna.
Felix menjelaskan bahwa Pasal 20 ayat (1) UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyebutkan bahwa hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.
Dan Pasal 21 ayat (1) UU No 5/1960 ini menyebut bahwa hak milik hanya dapat dimiliki oleh WNI. "Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat berketurunan Tionghoa sepanjang merupakan WNI berhak untuk menguasai suatu tanah dengan status hak milik," katanya dalam permohonannya.
Jadwal Baru KA Prameks Mulai 1 Desember 2019, Cek di Sini
Untuk itu, Felix meminta Majelis Hakim MK untuk menerima dan mengabulkan permohonannya. "Menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf d UU No 13/2012 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," katanya dalam petitum permohonannya.
Dia juga meminta apabila majelis hakim MK berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).