News
Jumat, 12 Desember 2014 - 05:30 WIB

UMK 2015 : UMP DKI-Jabar Mahal, Industri Padat Karya Disarankan ke Jateng

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aksi Kasbi di Bundaran HI, Jakarta, Senin (15/9/2014). (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA –? Investor yang hendak membangun industri padat karya diarahkan untuk menggarap kawasan Jawa Tengah yang upah minimum pekerjanya 50% lebih murah dibandingkan Jakarta, Banten, dan sebagian Jawa Barat.

Ketua Tim Ekonomi Wakil Presiden, Sofjan Wanandi, mengatakan pemerintah tengah merumuskan solusi agar polemik upah minimum provinsi (UMP) dan aksi demonstrasi buruh tidak terus berulang. Salah satunya dengan mengarahkan investasi padat karya ke wilayah yang UMP-nya tidak terlalu tinggi.

Advertisement

“Semua yang labour intensive [padat karya] itu harus pindah dari daerah Jakarta, Jabar, dan Banten supaya ekspansinya pindah ke Jateng dan daerah-daerah yang buruhnya masih banyak menganggur,” kata Sofjan Wanandi di kantor Wapres, Kamis (11/12/2014).

Arahan tersebut, lanjutnya, akan diiringi komitmen pemerintah untuk membangun infrastruktur pendukung industri, seperti kawasan industri, pembangkit listrik, jalan, dan perumahan buruh. “Jadi kita tidak mau mereka pindah ke luar negeri, Bangladesh, Kamboja, atau Vietnam. Kalau bisa di Jateng saja, karena upahnya masih setengah dari Jakarta,” lanjut Sofjan Wanandi.

Selain Jawa Tengah, ekspansi industri padat karya juga diarahkan ke beberapa kabupaten di selatan Jawa Timur dan selatan Jawa Barat. Sofjan mengakui tidak mudah membangun industri padat karya dengan kondusif. Dia berharap buruh dan pengusaha menjalin dialog terbuka agar tercipta saling pengertian soal kondisi perusahaan.

Advertisement

“?Kita sudah bicara dengan Gubernur Jateng dan Jabar. Carilah tempat-tempat yang bisa untuk labour intensive. Kita ajak innvestasi baru ke sana??,” kata mantan Ketua Umum Apindo ini.

Apabila tidak segera dicarikan solusi terkait polemik upah buruh, Sofjan Wanandi khawatir akan banyak perusahaan yang tidak bisa bertahan dan memilih gulung tikar atau angkat kaki dari Indonesia. “Yang sekarang sudah lah, kalau tidak bisa bertahan dengan UMP yang terlalu tinggi, tutup saja. Perusahaan kan tidak bisa terus rugi,” imbuhnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif