News
Selasa, 9 Mei 2023 - 13:22 WIB

Tuai Penolakan Nakes, Berikut Isi RUU Kesehatan Omnibus Law

Restu Wahyuning Asih  /  Mariyana Ricky P.D  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ribuan nakes berunjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Senin (8/5/2023). (Antara/Reno Esnir)

Solopos.com, JAKARTA — Setidaknya ribuan tenaga kesehatan (nakes) menggelar aksi damai menolak isi Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan pada Senin (8/5/2023).

Penolakan juga ditunjukkan oleh lima organisasi profesi kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). 

Advertisement

Aksi damai yang dilakukan pada Senin (8/5/2023) menyoroti tentang proses pembuatan regulasi RUU Kesehatan yang terburu-buru dan tidak memperhatikan masukan dari organisasi profesi yang merupakan pekerja lapangan.

Seolah-olah tertutup IDI menilai bahwa sikap pemerintah terhadap pembahasan Omnibus Law RUU Kesehatan tidak transparan. Selain itu, RUU ini berpotensi memecah belah organisasi profesi karena terdapat kata “jenis” dan “kelompok” yang merujuk pada pengaturan organisasi profesi.

Advertisement

Seolah-olah tertutup IDI menilai bahwa sikap pemerintah terhadap pembahasan Omnibus Law RUU Kesehatan tidak transparan. Selain itu, RUU ini berpotensi memecah belah organisasi profesi karena terdapat kata “jenis” dan “kelompok” yang merujuk pada pengaturan organisasi profesi.

RUU Kesehatan juga dapat menghapus peran organisasi profesi dalam hal ini adalah pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR). 

Padahal, STR seluruh tenaga kesehatan harus diregistrasikan di konsil masing-masing yang akan dievaluasi setiap lima tahun sekali.

Advertisement

Penolakan lain yang disoroti yakni kewenangan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan kini tak lagi berada di bawah presiden, melainkan menteri.

Menurut IDI, pengelolaan BPJS harus tetap di bawah presiden agar tidak terjadi intervensi dari pihak lain.

“Ini berpotensi memangkas wewenang Presiden. Berdasar Undang-Undang BPJS, BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola iuran pekerja dan pemberi kerja harus berada di bawah Presiden. BPJS Kesehatan sebagai pengelola iuran pekerja, pemberi kerja dan penerima Bantuan Iuran harus berada di bawah Presiden,” tutur Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KPRI) Rieke Diah Pitaloka dalam keterangan resminya, Minggu (7/5/2023).

Advertisement

Menurut pihaknya, ketika BPJS bertanggungjawab pada menteri, maka potensi masalah pendaan bisa terjadi.

“Potensi dana amanah bermasalah, dana amanah jaminan sosial dan aset netto (pencatatan pembukuan akhir tahun 2022), BPJS Kesehatan sebesar Rp200 triliun dan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp645 triliun,” tegas dia.

 

Advertisement

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Alasan Penting Mengapa RUU Kesehatan Menuai Banyak Penolakan”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif