Solopos.com, JAKARTA — Senior Vice President Marketing Distribution Pertamina Suhartoko menyatakan kecelakaan yang melibatkan kereta rel listrik (KRL) jurusan Serpong-Tanah Abang dan sebuah truk tangki BBM milik Pertamina, Senin (9/12/2013) lalu tidak semata karena kesalahan pengemudi truk.
Dia menyatakan kereta dalam tragedi Bintaro yang melibatkan KRL vs truk tangki itu menabrak truk tangki sebelum palang pintu perlintasan kereta diturunkan. “Ketika pintu [perlintasan] belum tertutup, kecelakaan sudah terjadi,” katanya di Jakarta Timur, Jumat (13/12/2913).
Itu pasalnya, dalam kasus KRL vs truk tangki itu, dia meminta semua pihak mencermati fakta tersebut dan menunggu kesimpulan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). “Sabar menunggu KNKT saja. Hanya saya cermati, palang kereta itu setelah turun enggak otomatis lewat kan keretanya,” katanya.
Dalam tragedi Bintaro yang melibatkan KRL vs truk tangki itu, polisi dan KNKT turun menyelidiki kecelakaan di perlintasan Pondok Betung, Bintaro yang menewaskan tujuh orang, termasuk masinis, asisten masinis, dan teknisi kereta api, serta empat penumpang.
Dalam tragedi Bintaro yang melibatkan KRL vs truk tangki itu, polisi dan KNKT turun menyelidiki kecelakaan di perlintasan Pondok Betung, Bintaro yang menewaskan tujuh orang, termasuk masinis, asisten masinis, dan teknisi kereta api, serta empat penumpang.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Rikwanto, menyatakan polisi telah memeriksa sembilan saksi insiden KRL vs truk tangki itu, termasuk sopir dan kernet truk BBM. Meskipun masih sakit, sopir dan kernet truk diizinkan dokter untuk menjalani pemeriksaan.
Dia juga menjelaskan bahwa penyidik juga akan mencari saksi lain di sekitar TKP yang bisa mengungkap misteri di balik kecelakaan KRL vs truk tangki tersebut. Di samping itu, penyidik tragedi Bintaro juga akan memeriksa peralatan yang ada di TKP, termasuk pintu palang kereta api yang diduga tidak berfungsi saat KA Commuterline hendak melintas.
Polisi juga menyebut penjaga palang perlintasan saat kecelakaan KRL vs truk tangki itu sedang cuti. Tugasnya lalu digantikan oleh teknisi bantaran rel.
Mengenai hasil pemeriksaan, pihaknya belum dapat memberikan hasil pemeriksaan atas tragedi Bintaro itu lantaran hasil yang didapat belum lengkap. “Mohon maaf belum dapat kami sampaikan, karena belum jadi satu. Harus komprehensif dulu semuanya,” tambah Rikwanto, Kamis (12/12).
Rikwanto juga menyatakan belum ada laporan gugatan dari PT KAI ataupun Pertamina terkait tragedi Bintaro itu. Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menyatakan perlunya penerobos perlintasan KA dikenai denda berat, semisal Rp500.000.
“Denda maksimal seperti [pelanggar] busway pasti itu jadi steril, kalau hanya dilakukan yang wajar atau rendah akan terus-terusan kayak begini,” kata Jokowi di Balaikota, Jumat.
Jokowi menginginkan denda maksimal dapat membuat masyarakat menjadi tertib dan tidak menerobos palang perlintasan. “Semestinya di pintu perlintasan itu enggak usah dijaga kalau masyarakat sudah punya kesadaran. Kalau nanti penegakan hukum betul-betul ditegakkan secara tegas dan maksimal ya enggak perlu dijaga,” katanya.
Jokowi dalam kesempatan itu juga menyatakan persetujuannya jika Satpol PP turut diterjunkan guna menjaga pintu perlintasan KA. “Kami punya 7.000 petugas Satpol PP, tapi di situ yang penting ada Satpol dan Dishub, kalau polisi sudah tugasnya membantu,” katanya.
Sementara polisi akan menerapkan denda maksimal bagi kendaraan penerobos perlintasan. Denda yang akan diterapkan lebih besar daripada penerobos jalur Bus Trans Jakarta.
“Denda maksimal Rp750.000 atau kurungan tiga bulan,” kata Kasubdit Keamanan dan Keselamatan Polda Metro Jaya, AKBP Irvan Prawira, di Jakarta Pusat.
Irvan mengatakan, pelanggaran perlintasan kereta api berbeda dengan pelanggaran stop line sehingga jumlah denda yang ditetapkan juga berbeda.
“Kalau stop line dendanya Rp250.000. Kalau penerobos perlintasan sesuai UU No. 114 tentang Lalu Lintas yakni Rp750.000,” katanya. (JIBI/Solopos/Antara/Detik)