News
Rabu, 9 Juni 2021 - 14:08 WIB

Terkait RKUHP, Menkumham: Pasal Penghinaan Presiden Sangat Dibutuhkan, Tapi Harus Melapor Sendiri

Newswire  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menkumham, Yasonna H Laoly. (Antara)

Solopos.com, JAKARTA -- Pasal penghinaan terhadap presiden baru bisa diproses hukum apabila yang melaporkan adalah presiden langsung, bukan orang lain. Hal ini karena pasal penghinaan terhadap presiden/wakil presiden yang diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan delik aduan.

Pasal penghinaan terhadap presiden/wapres memang selama ini menjadi kontroversi. Oleh sebagian kalangan, keberadaan pasal ini dianggap memberangus kebebasan berpendapat. Selain itu, pasal ini juga bisa menjadi upaya mengkriminalisasi pihak-pihak yang berseberangan dengan presiden dan wujud antikritik pemerintah.

Advertisement

"Saat ini aturan tersebut bedanya menjadi delik aduan. Kalau dibiarkan, ketika saya dihina orang, saya punya hak secara hukum untuk melindungi harkat dan martabat," kata Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI di Jakarta, Selasa (8/6/2021).

Baca Juga: THE Rilis Daftar 10 Universitas Terbaik di Indonesia, Dari Jateng Cuma Satu

Advertisement

Baca Juga: THE Rilis Daftar 10 Universitas Terbaik di Indonesia, Dari Jateng Cuma Satu

Yasonna menilai pasal penghinaan terhadap presiden.wapres ini sangat dibutuhkan di Indonesia. Pasal tersebut, menurut Menkumham, berbeda dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 013-022/PUU-IV/2006 yang telah membatalkan pasal-pasal dalam KUHP yang dapat menyasar kasus-kasus penghinaan presiden.

Liberal

Ia mengutarakan bahwa Indonesia akan menjadi sangat liberal kalau tidak ada aturan terkait penghinaan presiden/wapres. Harus ada batas-batas yang wajib dijaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab.

Advertisement

Baca Juga: Hidayat Nur Wahid Usulkan Dana Haji Diaudit untuk Jawab Kecurigaan Masyarakat

Yasonna mencontohkan dirinya tidak masalah kalau disebut tidak becus dalam menangani lapas dan imigrasi karena itu adalah kritik terhadap kinerja. Namun, lanjut dia, jangan sekali-kali menyerang harkat dan martabatnya, misalnya mengatakan dirinya sebagai anak haram jadah.

"Kalau sekali menyerang harkat dan martabat saya, misalnya dikatakan anak haram jadah, wah, di kampung saya tidak bisa. Dikatakan anak PKI, tunjukkan kalau saya anak PKI," katanya.

Advertisement

Ditegaskan pula bahwa keadaban harus tetap diutamakan masyarakat. Dengan demikian, mengkritik kebijakan presiden/wapres adalah hal yang wajar. Namun, ketika tidak puas, ada mekanisme konstitusi.

Baca Juga: Dubes Arab Saudi Ikut Bersuara Soal Kabar Pembatalan Haji Indonesia 2021

Isi Pasal

Dalam draf RKUHP yang beredar, aturan terkait penghinaan terhadap presiden/wapres diatur dalam BAB II Pasal 217 hingga 219.

Advertisement

Pasal 217 disebutkan bahwa setiap orang yang menyerang diri presiden/wapres yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

Pasal 218 Ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden/wapres dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Ayat (2) menyebutkan tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219 disebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden/wapres dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Pasal 220 Ayat (1) disebutkan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

Ayat (2) disebutkan bahwa pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh presiden/wapres.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif