News
Rabu, 23 Agustus 2017 - 21:45 WIB

Tergerus Media Online, Surat Kabar Tertua di AS Berhenti Terbit

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - KotakThe Village Voice berisi koran gratis (Theguardian.com)

Surat kabar tertua di AS berhenti terbit akibat tergerus media online.

Solopos.com, SOLO – Perkembangan media siber yang sangat cepat memiliki dampak buruk bagi surat kabar. Saat ini, banyak orang yang memilih membaca berita lewat media online daripada koran, sehingga membuat oplahnya menurun. Hal ini salah satunya dialami oleh koran mingguan tertua di Amerika Serikat, The Village Voice.

Advertisement

Koran yang sudah terbit selama 62 tahun itu dikenal berkat liputan tentang seni, budaya, politik, serta investigasi. “Selama lebih dari 60 tahun The Village Voice memerankan peran luar biasa dalam dunia jusnalistik di Amerika Serikat. Koran ini menyumbang banyak hal bagi kemajuan Amerika Serikat,” kata pemilik The Village Voice, Peter Barbey, seperti dilansir The Guardian, Selasa (22/8/2017).

Tapi, seiring dengan perkembangan zaman, perusahaan media cetak itu mengalami kerugian akibat oplah yang menurun. Menurut Peter, semua ini terjadi karena dominasi media siber yang luar biasa. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti menerbitkan koran. Langkah ini diambil untuk merevitaslisasi The Village Voice pada bentuk online guna menjangkau lebih banyak pembaca.

“Saya akan berhenti mencetak The Village Voice. Sebagai gantinya, saya akan membuat The Village Voice dalam versi online. Saya berharap The Village Voice versi online ini mewakili generasi muda,” sambung Peter.

Advertisement

The Village Voice yang bermarkas di Manhattan, New York, Amerika Serikat bukan surat kabar sembarangan. Koran mingguan ini telah memenangi berbagai penghargaan bergengsi sepeti George Pol Award for Community Service pada 1960, Pulitzer Prize for Feature Writing pada 1981, Association f Alternative Newsmedia for Investigative Reporting pada 2013.

Sayangnya, beberapa tahun terakhir surat kabar itu kurang diminati meski dibagikan secara gratis. Peter akhirnya memutuskan mengakhiri edisi cetak demi menutup kerugian yang dialami. Ia lantas menjual sebagian saham perusahaan pada 2015. Bersama pemilik baru, ia menerbitkan The Village Voice versi online.

“Aku bukan orang kaya. Aku harus memutar otak untuk membuat The Village Voice tetap berjalan. Akhirnya, aku menjual sebagian saham dan berdiskusi dengan pembelinya untuk masa depan The Village Voice. Akhirnya, kami sepakat menerbitkan The Village Voice dalam versi online,” pungkasnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif