Solopos.com, GAZA — Israel mengklaim melancarkan serangan udara dan pengeboman yang dilancarkan di Jalur Gaza, 14 November 2019 lalu, bertujuan untuk meringkus komandan Jihad Islam, Rasmi Abu Malhous. Namun, serangan tersebut juga menewaskan delapan anggota keluarga Abu Malhous, termasuk anak-anak.
Militer Israel mengakui serangan mereka salah karena menewaskan warga sipil termasuk anak-anak. Mereka mengaku akan belajar dari kesalahan agar tak terulang kejadian serupa.
Dikutuip dari Detik.com, Kamis (26/12/2019), militer Israel mengatakan serangan itu mnenargetkan lokasi yang digunakan sebagai kompleks militer organisasi teror Jihad Islam. "Warga sipil tidak punya akses ke sana dan karena itu serangan tidak akan mengorbankan warga sipil," kata militer Israel dalam pembelaan sebelumnya.
Namun penyelidikan yang kemudian dilakukan setelah serangan itu menemukan bahwa meskipun kegiatan militer dilakukan di markas tersebut, itu bukan kompleks tertutup, dan pada kenyataannya warga sipil ada di sana.
Laporan militer juga turut menyalahkan Jihad Islam karena mengeksploitasi dan membahayakan warga sipil dengan menempatkan aset militernya di jantung populasi sipil. "Dengan sengaja beraksi dari dalam wilayah sipil yang padat penduduk," kata militer Israel.
Gejolak tiga hari bulan yang lalu dimulai ketika Israel membunuh seorang pejabat senior Jihad Islam di Gaza pada 12 November. Kelompok militan itu lalu merespons dengan menembakkan lebih dari 450 roket ke Israel.
Militer Israel membalas dengan menyerang puluhan target di markas-markas kelompok militan. Para pejabat Palestina mengatakan ada 35 warga Palestina terbunuh dan lebih dari 100 lainnya terluka pada insiden tersebut. Di pihak Israel, tidak dilaporkan ada korban jiwa.
Baca Juga: Dituding Punya Akun di Situs Porno, Begini Tanggapan Kemenkominfo
Dalam pernyataan pada Selasa (24/12/2019), militer Israel mengatakan bahwa operasi November secara keseluruhan sukses dan memberikan pukulan pada Jihad Islam serta meningkatkan keamanan warga sipil di Israel.