News
Selasa, 18 April 2023 - 13:45 WIB

Tantangan Sekolah Inklusi, Pemahaman Orang Tua sampai Stigma Masyarakat

Dhima Wahyu Sejati  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siswa-siswi ABK Lazuardi Kamila Solo berkunjung ke ruang Solopos.com dan Radio Soloposfm

Solopos.com, SOLO—Salah satu tantangan terbesar bagi sekolah inklusi adalah memahamkan orang tua tentang bagaimana menyikapi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di rumah. Terlebih, di masyarakat ABK masih mendapat stigma.

Guru Pendamping Khusus (GPK) SDN Nayu Barat 2, Alit Martaningrum, mengatakan saat ini tantangan terbesar sekolah inklusi adalah memahamkan orang tua ABK untuk saling bersinergi bersama sekolah.

Advertisement

“Kita masih berjuang untuk memberitahukan ke orang tua, mereka ini tidak berbeda tetapi mereka ini membutuhkan dukungan dari orang tua untuk menyalurkan minat dan bakatnya,” kata dia ketika ditemui Solopos.com, Senin (17/4/2023).

Saat ini dia bertanggung jawab mendampingi ABK di sekolahnya yang berjumlah 37 sampai 40 siswa dari total 150 siswa di SDN Nayu Barat 2, Nusukan, Solo. 

Advertisement

Saat ini dia bertanggung jawab mendampingi ABK di sekolahnya yang berjumlah 37 sampai 40 siswa dari total 150 siswa di SDN Nayu Barat 2, Nusukan, Solo. 

Dia mengatakan kebanyakan ABK yang didampingi adalah siswa dengan keterlambatan calistung dan keterlambatan menerima informasi, tidak terkecuali disleksia.

Alit menyebut ABK di SDN Nayu Barat 2 tidak ditempatkan dalam satu kelas, melainkan tersebar di masing-masing kelas 1 sampai 6. “Nah karena hanya ada satu GBK, jadi kami ajak anak-anak (ABK) keluar kelas, di ruang pusat sumber belajar nanti untuk mengejar calistungnya,” kata dia.

Advertisement

Tidak hanya memberikan pemahaman ke orang tua. ABK terkadang kesulitan bersosialisasi lantaran stigma di masyarakat yang masih menganggap ABK sebagai sumber masalah. Koordinator Minat dan Bakat Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Solo, Sugian Noor ingin menghapus stigma tersebut.

Hal ini dilatarbelakangi oleh stigma masyarakat yang masih menganggap remeh ABK.

“ABK kan kebanyakan kecenderungannya minder ya, bagaimana caranya kita membuat anak yang tadinya menutup diri, akhirnya bisa membuka diri,” kata dia.

Advertisement

Sugian mengakui masih terdapat stigma di masyarakat terkait ABK.  “Stigma masyarakat terhadap difabel kan masih buruk ya, ‘opo to difabel ki, itu sosok yang tidak bisa apa-apa nonproduktif, miskin.’” kata dia.

Sugian yang mengenakan kursi roda itu saat ini mengajar di YPAC Solo. Dia membina ABK agar memiliki keterampilan khusus dalam bidang seni, khususnya musik. Dia bersama siswanya membuat grup musik The Inspirator dan sudah manggung di banyak tempat. 

“Kalau ditempatkan pada tangan yang tepat, pada sekolah yang tempat, insya Allah berguna kok,” imbuh dia.

Advertisement

Meski dianggap remeh lantaran kondisi ABK dianggap terbatas, namun dia mengatakan ABK harus punya pikiran yang positif. “Dan itu saya tidak pernah bosan selalu bilang gitu lo, anak-anak jika dibimbing dengan baik pasti produktif. Meski dengan keterbatasan yang ada bukan kendala untuk berbuat sesuatu,” tutur dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif