News
Selasa, 23 November 2021 - 21:00 WIB

Tak Banyak Orang Tahu, Ternyata Ada 3 Lokalisasi di Solo

Kurniawan  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi prostitusi. (Dok. Solopos.com)

Solopos.com, SOLO — Sejak puluhan tahun lalu, tepatnya tahun 1960 hingga 1961, Kota Solo mulai dikenal sebagai surganya kaum lelaki hidung belang. Citra itu muncul seiring berdirinya kawasan resosialisasi Silir di Semanggi, Pasar Kliwon, yang pada praktiknya berubah menjadi lokalisasi.

Kawasan lokalisasi di Silir itu didirikan atas inisiasi Pemkot Solo yang kala itu dipimpin Hutomo Ramelan.Tapi sejatinya, jauh sebelum munculnya lokalisasi Silir, bisnis esek-esek sudah eksis di wilayah ini.

Advertisement

Hal itu diungkapkan Ketua Solo Societeit, sebuah komunitas pecinta sejarah Solo, Dani Saptoni, kepada Solopos.com, Senin (22/11/2021). Menurut dia jauh sebelum lahirnya Silir, ada tiga tempat di Solo yang menjadi lokalisasi para pelaku seks komersial (PSK). Tiga kawasan lokalisasi atau tempat prostitus di Solo itu yakni Kratonan, Serengan; seputaran Kestalan, serta kawasan Gilingan.

“Yang lokalisasi di Kratonan muncikarinya seorang Tionghoa, namanya Nyah Jengkel itu. Kalau yang Gilingan letaknya paling di sekitaran utara Balapan. Karena prostitusi Solo zaman dulu sumbernya pusat-pusat keramaian,” ujar dia.

Baca juga: Prostitusi Solo Tak Akan Hilang Hanya Dengan Razia, Terus Apa Solusinya?

Advertisement

Pusat keramaian tersebut menurut Dani seperti pasar dan simpul-simpul sarana transportasi masyarakat. Sebab tempat-tempat tersebut menjadi lokasi pertemuan banyak orang, sehingga memicu munculnya praktik prostitusi.

Dani mengisahkan tiga lokalisasi tersebut dilegalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan pemerintah praja setempat. Pemerintah praja yang dimaksud yakni baik Keraton Kasunanan Surakarta, serta Pura Mangkunegaran. “Yang oleh Kasunanan itu di wilayah Kratonan, sedangkan yang oleh Mangkunegaran di Kestalan dan Gilingan,” kata dia.

Menurut Dani, tiga lokalisasi atau tempat prostitusi di Solo itu dulu banyak dikunjungi oleh para prajurit militer pemerintah Hindia Belanda. Sebab banyak di antara prajurit Hindia Belanda itu yang bertugas di Solo tanpa didampingi istrinya. “Konsumen tiga lokalisasi ini para prajurit militer dan pedagang dari luar kota,” papar dia.

Advertisement

Baca juga: Prostitusi Online di Semarang Diungkap, Indekos Jadi Tempat Esek-Esek

Dani menjelaskan, kendati tiga lokalisasi itu dilegalkan, tetap ada norma-norma atau aturan hukum yang berlaku. Hal tersebut merujuk buku Pranatan Pasundelan tahun 1858 yang berisi regulasi dalam mengatur prostitusi di Solo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif