News
Rabu, 1 Januari 2014 - 00:28 WIB

TAHUN BARU 2014 : 1 Januari Bertepatan Rebo Wekasan, Misteri dan Mitos Hari Sial

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Hong Kong Countdown Celebrations (discoverhongkong.com)

Solopos.com, JAKARTA- Malam pergantian tahun sudah kita lewati. Kini kita sudah menginjak 1 Januari 2014. Beberapa hari menjelang datangnya tahun yang baru, beredar di jejaring sosial dan pesan pendek (SMS) tentang 1 Januari 2013 yang bertepatan dengan Rebo Wekasan dalam penaggalan Jawa yang sering juga dikaitkan dengan istilah Arba Mustamsir.

Rebo Wekasan dalam kepercayaan Jawa menyebut pada hari Rabu terakir dalam bulan Sapar penanggalan Jawa (Shafar dalam penanggalan Islam).

Advertisement

Ada yang menyebut Rebo Wekasan berasal dari kata Rebo Pungkasan alias Rabu Terakhir. Ada yang juga menyebut wekasan berasal dari kata Hasan alias baik (Sunda Banten). Di Madura terkenal Rebbuh Bekasen.

Rebo Wekasan kemudian berkonotasi sebagai Hari Sial alias Hari Bala karena dikaitkan dengan kepercayaan bahwa Allah akan menurunkan bala ke dunia paling banyak di hari itu. Dalam pandangan sebagian penganut Islam, hari tersebut disebut Arba’ Mustamir

Advertisement

Rebo Wekasan kemudian berkonotasi sebagai Hari Sial alias Hari Bala karena dikaitkan dengan kepercayaan bahwa Allah akan menurunkan bala ke dunia paling banyak di hari itu. Dalam pandangan sebagian penganut Islam, hari tersebut disebut Arba’ Mustamir

Di kalangan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, pro kontra tentang Rebo Wekasan dan ritual yang mengikutinya telah menjadi pembahasan sejak tahun 1900-an, terbukti dengan adanya fatwa dari Kiai Hasyim Asya’ari, pendiri NU yang juga kakek Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, mantan Presiden Indonesia.

Berikut penjelasan Kiai Hasyim yang dipanggil dengan gelar Hadratus Syeikh ketika melakukan tanya jawab seperti dikutip jombang.nu.or.id:

Advertisement

Situs resmi NU, nu.or.id juga memajang penjelasan tentang Rebo Wekasan dan Arba’ Mustamir:

Bulan Safar  adalah bulan kedua dalam penanggalan hijriah Islam. Sebagaimana bulan lainnya, ia merupakan bulan dari bulan-bulan Allah yang  tidak memiliki kehendak dan  berjalan sesuai dengan apa yang Allah ciptakan untuknya.

Masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa Arab, sering mengatakan bahwa bulan Shafar adalah bulan sial. Tasa’um (anggapan sial) ini telah terkenal pada umat jahiliah dan sisa-sisanya masih ada di kalangkan muslimin hingga saat ini.

Advertisement

Abu Hurairah berkata, bersabda Rasulullah,

Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa.” (H.R.Imam al-Bukhari dan Muslim).

Ungkapan hadits laa ‘adwaa’ atau tidak ada penularan penyakit itu, bermaksud meluruskan keyakinan golongan jahiliyah, karena pada masa itu mereka berkeyakinan bahwa penyakit itu dapat menular dengan sendirinya, tanpa bersandar pada ketentuan dari takdir Allah.

Advertisement

Sakit atau sehat, musibah atau selamat, semua kembali kepada kehendak Allah. Penularan hanyalah sebuah sarana berjalannya takdir Allah. Namun, walaupun keseluruhannya kembali kepada Allah, bukan semata-mata sebab penularan, manusia tetap diwajibkan untuk ikhtiar dan berusaha agar terhindar dari segala musibah. Dalam kesempatan yang lain Rasulullah bersabda: “Janganlah onta yang sakit didatangkan pada onta yang sehat”.

Maksud hadits laa thiyaarota atau tidak diperbolehkan meramalkan adanya hal-hal buruk adalah bahwa sandaran tawakkal manusia itu hanya kepada Allah, bukan terhadap makhluk atau ramalan. Karena hanyalah Allah yang menentukan baik dan buruk, selamat atau sial, kaya atau miskin. Dus, zaman atau masa tidak ada sangkut pautnya dengan pengaruh dan takdir Allah. Ia sama seperti waktu- waktu yang lain, ada takdir buruk dan takdir baik.

Empat hal sebagaimana dinyatakan dalam hadits di atas itulah yang ditiadakan oleh Rasulullah dan ini menunjukkan akan wajibnya bertawakal kepada Allah, memiliki tekad yang benar, agar orang yang kecewa tidak melemah di hadapkan pada perkara-perkara tersebut.

Bila seorang muslim pikirannya disibukkan dengan perkara-perkara tersebut, maka tidak terlepas dari dua keadaan. Pertama: menuruti perasaan sialnya itu dengan mendahulukan atau meresponsnya, maka ketika itu dia telah menggantungkan perbuatannya dengan sesuatu yang tidak ada hakikatnya. Kedua: tidak menuruti perasaan sial itu dengan melanjutkan aktivitasnya dan tidak memedulikan, tetapi dalam hatinya membayang perasaan gundah atau waswas. Meskipun ini lebih ringan dari yang pertama, tetapi seharusnya tidak menuruti perasaan itu sama sekali dan hendaknya bersandar hanya kepada Allah.

Penolakan akan ke empat hal di atas bukanlah menolak keberadaannya, karena kenyataanya hal itu memang ada. Sebenarnya yang ditolak adalah pengaruhnya. Allah-lah yang memberi pengaruh. Selama sebabnya adalah sesuatu yang dimaklumi, maka sebab itu adalah benar. Tapi bila sebabnya adalah sesuatu yang hanya ilusi, maka sebab tersebut salah.

Muktamar NU yang ketiga, menjawab pertanyaan “bolehkah berkeyakinan terhadap hari naas, misalnya hari ketiga atau hari keempat pada tiap-tiap bulan, sebagaimana tercantum dalam kitab Lathaiful Akbar” memilih pendapat yang tidak mempercayai hari naas dengan mengutip pandangan Syekh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Al-Fatawa al-Haditsiyah berikut ini:

“Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Penciptanya, tidak berdasarkan hitung-hitungan dan terhadap Tuhannya selalu bertawakal. Dan apa yang dikutip tentang hari-hari nestapa dari sahabat Ali kw. Adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu” (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).

Untuk mengetahui penjelasan lanjut tentang Rebo Wekasan dan Arba’ Mustamir silakan mengakses nu.or.id

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif