News
Senin, 27 Februari 2012 - 20:31 WIB

SURIAH Tunggu Hasil Referendum

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Demonstrasi rakyat Suriah kembali menggelar aksi menentang Presiden Suriah, Bashar al-Assad, di Hula, Homs, beberapa waktu lalu.

Demonstrasi rakyat Suriah kembali menggelar aksi menentang Presiden Suriah, Bashar al-Assad, di Hula, Homs, beberapa waktu lalu.

DAMASKUS--Sedikitnya 60 orang dilaporkan tewas selama pemungutan suara referendum untuk konstitusi baru Suriah berlangsung. Sementara PBB menanti tanggapan positif Suriah terhadap upaya-upaya internasional untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Advertisement

“Kami berharap akan ada respons positif dari pihak berwenang Suriah, sehingga kami dapat membantu semua yang terkena dampak kekerasan,” kata Ketua Dewan HAM PBB, Laura Dupuy Lasserre, dalam pembukaan persidangan ke-19 Dewan HAM di Jenewa, Senin (27/2/2012). Kalangan internasional berharap Dewan HAM PBB dapat lebih menekan rezim Presiden Bashar al-Assad selama sidang yang akan berlangsung hingga 23 Maret 2012 itu.

Mengenai kekerasan selama pemungutan suara pada Minggu (26/2), pemerintah Suriah menyebutnya sebagai “gangguan keamanan”. “Referendum sejauh ini berlangsung normal hampir di seluruh provinsi dengan jumlah pemilih yang besar, kecuali di beberapa tempat,” demikian keterangan yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri Suriah seperti dikutip Irish Examiner, Senin (27/2/2012).

Terpisah, Menlu Amerika Serikat (AS), Hillary Clinton, pesimistis terhadap hasil referendum dan kembali memperingatkan kemungkinan terjadinya perang saudara. Menlu Jerman, Guido Westerwelle, bahkan menyebut referendum tersebut tak ubahnya sebagai sebuah lelucon.

Advertisement

Clinton mengatakan, kelompok oposisi Suriah belum bersatu dalam upaya menekan Assad, termasuk Dewan Nasional Suriah (SNC) yang dinilai belum sepenuhnya mendapat legitimasi rakyat Suriah. Namun Clinton tetap menjanjikan AS terus bekerja sama dengan semua mitranya guna menekan pemerintah Assad.

(JIBI/SOLOPOS/Niken Ari Purwanti/Reuters)

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif