News
Selasa, 12 Desember 2023 - 15:46 WIB

Suramnya Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi

Dany Saputra  /  Chelin Indra Sushmita  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siswa membuat gambar saat mengikuti Aksi Menggambar Massal Kartu Pos di jalur pedestrian Ngarsopuro, Kota Solo, Jumat (8/12/2023). (Solopos/Joseph Howi Widodo).

Solopos.com, SOLO — Pemberantasan korupsi di Indonesia dinilai suram karena belum cukup efektif dan efisien. Hal tersebut tercermin dari penurunan sejumlah skor indeks korupsi di Indonesia, terutama pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal tersebut diakui oleh lembaga yang utamanya berfokus pada pemberantasan korupsi dari lini pencegahan hingga penindakan, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Advertisement

Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, Nawawi Pomolango, menyebut pemerintah telah berupaya memberantas korupsi. Di antaranya dengan membentuk sejumlah lembaga terkait, seperti KPK maupun Strategi Nasional Pencegahan Korupsi atau Stranas PK. Namun, sejumlah indeks menunjukkan bahwa upaya tersebut masih kurang efektif dan efisien.

“Kita lihat bagaimana skor Indeks Persepsi Korupsi yang tidak meningkat secara signifikan dan stagnan dalam satu dekade ini. Indeks Perilaku Anti Korupsi atau IPAK yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik juga demikian,” ujarnya di acara Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2023, Selasa (12/12/2023).

Advertisement

“Kita lihat bagaimana skor Indeks Persepsi Korupsi yang tidak meningkat secara signifikan dan stagnan dalam satu dekade ini. Indeks Perilaku Anti Korupsi atau IPAK yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik juga demikian,” ujarnya di acara Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2023, Selasa (12/12/2023).

Setidaknya ada tiga indeks yang diterbitkan oleh tiga lembaga berbeda yang mencerminkan kondisi soal korupsi di Tanah Air, yakni Indeks Persepsi Korupsi (IPK), Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK), serta Survei Penilaian Integritas (SPI).

Pertama, IPK. Transparency International Indonesia (TII) menyampaikan bahwa skor IPK Indonesia sebesar 34 dari 100 pada 2022. Skor IPK biasanya dirilis pada awal tahun. Skor tersebut turun dari perolehan 2021 yakni 38.

Advertisement

Indonesia juga diketahui hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak 2 poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Pada 2021, skor IPK Indonesia sebesar 38 hanya naik tipis dari 2020 sebesar 37.

Kendati naik, kalau melihat tren IPK selama kepemimpinan Presiden Jokowi cenderung stagnan atau belum beranjak dari angka 30-an, meski sempat tembus di angka 40 pada 2019. Padahal pada 2018 lalu, Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo pernah sesumbar untuk mengerek IPK ke angka 50.

Kedua, IPAK. Skor IPAK Indonesia 2023 tercatat sebesar 3,92 pada skala 0 sampai 5. Angka tersebut turun tipis dari capaian 2022 sebesar 3,93. Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS), IPAK disusun berdasarkan dua dimensi yakni Dimensi Persepsi dan Dimensi Pengalaman.

Advertisement

Nilai Indeks Persepsi 2023 sebesar 3,82, meningkat sebesar 0,02 poin dibandingkan Indeks Persepsi 2022 atau 3,80. Sebaliknya, Indeks Pengalaman 2023 tercatat sebesar 3,96 atau menurun sebesar 0,03 poin dibanding Indeks Pengalaman 2022 yaitu 3,99.

Berdasarkan data BPS, IPAK 2021 tercatat sebesar 3,88 atau naik tipis dari IPAK 2020 sebesar 3,84. Skor IPAK 2020 itu tercatat naik dari 2019 yakni sebesar 3,70. Ketiga, SPI. Adapun hasil SPI yang dilakukan oleh KPK untuk memetakan risiko dan praktik korupsi di seluruh lembaga pusat dan daerah menemukan bahwa skor terbaru pada 2022 yakni 71,9 poin atau turun dari 2021 yakni 72,4.

SPI 2022 yang dilakukan oleh KPK itu dimulai sejak 17 Juli hingga 31 Oktober 2023. Skor SPI pada 2022 sebesar 71,9 itu belum mencapai target yang ditetapkan yakni 72 poin.

Advertisement

“Responden internal dan eksternal menyatakan bahwa korupsi masih marak yang ditunjukkan dengan skor nasional yang kian menurun,” lanjut Nawawi.

Adapun tantangan pemberantasan korupsi di Tanah Air bukan hanya tercermin dari berbagai skor indeks yang turun. Terlebih pada belakangan ini, kasus lembaga penegak hukum yang berwenang menindak tindak pidana korupsi (tipikor) turut menjadi sorotan.

Kasus yang paling mencolok di era Jokowi adalah kasus korupsi di tubuh KPK seperti kasus dugaan pemerasan oleh Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri, maupun kasus pungutan liar di rumah tahanan (rutan) atau korupsi uang perjalanan dinas.

Belum lagi sederet menteri-menteri, kepala daerah, penegak hukum, hingga auditor negara yang terseret dalam pusaran kasus korupsi dalam bentuk suap, gratifikasi, maupun menyebabkan kerugian keuangan negara.

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Potret Suram Pemberantasan Korupsi Era Jokowi: IPK dan IPAK Cenderung Stagnan”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif