News
Rabu, 25 Mei 2016 - 20:34 WIB

SUAP PANITERA PN JAKPUS : Inilah Penyebab Banyak Dugaan "Permainan" Perkara di MA

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/dok)

Suap panitera PN Jakpus membuat lembaga peradilan termasuk MA disorot. Diduga, ada beberap penyebab ada permainan perkara di pengadilan.

Solopos.com, JAKARTA — Merubah mindset hakim dan panitera pengadilan tak semudah membalikkan telapak tangan. Reformasi kultural (watak) para pengadil itu berbeda dengan proses reformasi birokrasi di lembaga peradilan. Perlu waktu dan tak mudah.

Advertisement

Kalimat itu terlontar dari mulut Hakim Mahkamah Agung (MA) Salman Luthan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (25/5/2016) kemarin. Dia mengakui masalah yang muncul akhir-akhir ini merupakan cerminan sebagian wajah lembaga peradilan.

Namun, hal itu tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk melihat kondisi dunia peradilan secara keseluruhan. Salman menganggap skandal suap sejumlah hakim dan panitera pengadilan belakangan ini bukan suatu yang perlu dikhawatirkan. Rentetan kasus itu merupakan suatu yang alamiah untuk pembenahan lembaga peradilan yang lebih baik.

Advertisement

Namun, hal itu tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk melihat kondisi dunia peradilan secara keseluruhan. Salman menganggap skandal suap sejumlah hakim dan panitera pengadilan belakangan ini bukan suatu yang perlu dikhawatirkan. Rentetan kasus itu merupakan suatu yang alamiah untuk pembenahan lembaga peradilan yang lebih baik.

Dia memaparkan proses reformasi birokrasi di lembaga peradilan terus berjalan. Berbagai pembenahan sudah dilakukan. Hasil pembenahan itu bisa dirasakan saat ini, terutama jika dibandingkan dengan masa Orde Baru. Dia mencontohkan, lama pengurusan perkara pada masa pemerintahan Soeharto bisa bertahun-tahun. Namun sekarang hal itu bisa dicapai dalam waktu tiga bulan.

“Itu merupakan kemajuan dalam reformasi birokrasi di lembaga peradilan,” kata Salman saat itu.

Advertisement

Proses hukum yang berlangsung terkadang sampai ke tingkat kasasi dan memberikan tantangan tersendiri bagi para penentu keadilan. Dia mengakui, dari sejumlah kasus, tak jarang para hakim itu tergoda iming-iming yang ditawarkan oleh sejumlah pihak.

Hakim MA tersebut juga menjelaskan setiap tahun rata-rata perkara yang masuk ke MA sebanyak 13.000 kasus. Kondisi itu memaksa para hakim agung bekerja keras menyelesaikan perkara tersebut. Dari 13.000 perkara itu, saat ini tiap tahunnya hanya 3.900 perkara yang tertunggak.

M

Advertisement