Redaksi Solopos.com / R. Bambang Aris Sasangka | SOLOPOS.com
“Di Cipinang, menurut informasi mitra kami juga punya stok yang melimpah. Harga di sana juga mulai jenuh. Jadi, sementara ini beras dari daerah sulit masuk ke Cipinang,” kata Eddy kepada Solopos.com, Kamis (8/11). Dia mengatakan ada tren yang unik terkait harga beras dan gabah pada akhir tahun ini. “Harga beras di pasaran relatif stabil, tapi harga gabah di tingkat petani naik tajam. Ternyata, musim kering beberapa bulan lalu menyebabkan biaya produksi beras naik, sehingga mau tidak mau petani menaikkan harga jual gabah,” tambah Eddy.
Menurut dia harga gabah yang ditawarkan petani mencapai Rp4.000 per kilogram, atau lebih tinggi dari harga standar Bulog Rp3.800 per kilogram. Tren harga ini membuat mitra Bulog cenderung memilih menjual gabah ke pasaran. Selain itu, dari 124 mitra Bulog yang sampai saat ini aktif melakukan pengadaan tinggal 56 mitra, yang terdiri dari tujuh mitra koperasi unit desa (KUD) dan 49 mitra non-KUD.
Kendati demikian, Bulog tetap optimistis target pengadaan tahun ini bisa tercapai. Eddy menyampaikan per Rabu (7/11) pengadaan beras di gudang Bulog sudah terealisasi 99%. Yaitu, 135.000 ton setara beras dari prognosa 143.000 ton setara beras.
Di sisi lain, Eddy mengatakan Bulog ke depan akan meningkatan peran KUD dalam proses pengadaan beras. Selama ini KUD yang bermitra dengan Bulog dalam pengadaan beras masih sangat minim. Hanya ada tujuh KUD. Per Rabu kemarin, kontribusi KUD terhadap pengadaan beras hanya 6.700 ton, sementara mitra non-KUD bisa berkontribusi hingga 122.800 ton. “Kami berusaha mendorong partisipasi KUD dalam pengadaan, karena pastinya KUD adalah lembaga yang paling dekat dengan petani,” imbuh Eddy.